Tampilkan postingan dengan label Umum. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Umum. Tampilkan semua postingan
Ada hal menarik dan baru saya ketahui ketika membaca artikel berita, intinya: sapi impor Australia tidak bisa untuk diperjualbelikan untuk Idul Adha. Agak bingung aja, lalu buat apa impor sapi itu jika tidak bisa dipergunakan untuk Idul Adha? 

Ternyata saya mendapatkan istilah baru, "animal welfare". Apa itu, akan kita bahas nanti ya. 

Indonesia memang saat ini belum bisa mencukupi kebutuhan daging sapi secara mandiri, sehingga selalu saja dipaksa untuk impor agar kebutuhan dalam negeri terpenuhi. 

Ilustrasi, gambar diambil dari Google

Australia merupakan negara terdekat dengan suplai daging sapi hingga sapi hidup yang cukup mapan. Di Australia pemeliharaan hewan ternak seperti sapi sudah dilakukan secara modern dan dilakukan dengan prinsip² 'kehewanan', sangat berbeda dengan di negara kita. 

Di Australia, tidak cuma manusia saja yang disejahterakan. Negara mereka sudah mampu mensejahterakan manusia, setidaknya sudah dikatakan mapan untuk mensejahterakan manusia. Sehingga sudah merambah ke hewan. Sangat berbeda dengan di Indonesia, hewan itu hanya menjadi objek saja dan tidak diperhatikan kesejahteraannya.

Kasus pemilik dokar atau delman, yang kudanya sampai kurus kering masih saja dipaksa bekerja menarik dokar/delman, dipecuti, bahkan ada yang sampai harus pingsan dan mati di tempat. Kemudian, penyembelihan hewan² ternak dilakukan dimana saja, dilakukan di tempat seadanya, asal penting sah, halal, langsung sembeleh. Hal² seperti ini dianggap primitif dan tidak memperhatikan prinsip² 'kehewanian'. Kenapa? Ya manusia saja inginnya selalu dengan prinsip kemanusiaannya, masa hewan tidak? Jangan karena hewan makluk skunder? 

Animal welfare atau kesejahteraan hewan merupakan sebuah prinsip yang menekankan pada perlindungan dan pemenuhan kebutuhan fisik dan mental hewan agar mereka dapat hidup dengan baik dan bahagia. 

Aspeknya antara lain: rasa lapar, rasa haus, ketidaknyamanan, rasa sakit, luka, penyakit dan rasa takut. 

Kesejahteraan hewan bukan sekedar pemeliharaan tetapi juga memberikan perhatian, terhadap perilaku alami dan kebutuhan hewan. Pemenuhan kebutuhan fisik seperti menyediakan lingkungan yang sesuai, makanan yang bergizi, akses terhadap air bersih, dan kebutuhan mental seperti kesempatan berinteraksi dengan hewan yang lain. 

Prinsip animal welfare ini ternyata tidak sekedar pada hewan peliharaan ternak saja, termasuk hewan² peliharaan, hewan untuk penelitian hingga hewan² yang hidup secara liar.

Animal welfare ini sudah jadi perilaku yang terkait dengan etika, yaitu memperlakukan hewan dengan baik, dan menghargai keberadaan mereka. 

Menurut World Organisation Animal Health (2023), ada 5 asas dalam animal welfare, yaitu:
#1 Bebas dari rasa haus dan lapar
#2 Bebas dari rasa tidak nyaman atau bebas dari penyiksaan fisik
#3 Bebas dari rasa sakit akibat cidera atau penyakit
#4 Bebas mengekspresikan perilaku alamiah
#5 Bebas dari ketakutan dan rasa tertekan

Sudahkah hewan peliharaan mu menerapkan asas² ini? Asas ini berlaku untuk semua hewan peliharaan baik untuk pribadi dan ternak konsumsi sekalipun, bahkan hewan liar. 

Awal mula konsen terhadap animal welfare ini dimulai pada abad ke-19, ada salah¹ Undang-undang pertama yang dibuat untuk melindungi hewan, yaitu Undang-undang Kekejaman Terhadap Hewan 1835 di Britania Raya. Kemudian diikuti oleh Undang-undang Kesejahteraan Hewan 1911. Tahun 1965, Britania Raya melakukan investigasi melakukan investigasi terhadap kesejahteraan hewan² yang diternakan secara intensif. 

Di Amerika Serikat aturan terkait hal ini baru muncul setelah bertahun-tahun, yaitu Undang-undang Kesejahteraan Hewan 1966. Walaupun ada negara bagian yang telah menerapkannya jauh sebelum itu, yaitu kisaran tahun 1828 - 1898.

Jika manusia punya WHO (World Health Organisation), dunia hewan juga memiliki organisasi yang melindungi hak² nya yaitu WOAH (World of Animal Health) atau Organisasi Kesehatan Hewan Dunia. Standarnya ada dua, untuk hewan terestrial dan hewan akuatik. 

Meski secara kasat mata Indonesia nampak belum memperhatikan soal kesejahteraan hewan, soalnya manusia saka tidak disejahterakan apalagi hewan, Indonesia juga telah menerapkan aturan yang berhubungan dengan hal ini. 

Indonesia punya Undang-undang No. 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan,  bertujuan mengatur untuk penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan secara berkelanjutan, aman dan sehat. Serta melindungi manusia, hewan dan ekosistemnya. 

Perubahan tentang undang² tersebut di atas menjadi Undang-undang No. 41 tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 18 tahun 2009.


Nah lalu hubungannya dengan sapi impor Australia tidak bisa digunakan untuk Idul Adha itu apa? 

Jadi karena prinsip² animal welfare kan sudah kita ketahui di atas? Jadi setiap hewan (sapi) dalam hal ini, yang diimpor dari Australia itu wajib mendapatkan perlakuan yang sesuai dengan prinsip animal welfare. Dimana di Indonesia, setiap. Idul Adha dilakukan penjagalan hewan yang dilakukan tidak berdasar prinsip animal welfare, karena yang dipakai adalah prinsip agama semata, maka sangat melarang sapi² impor dari negara penganut animal welfare ini untuk hewan impor yang diperlakukan dengan 'sadis'. 

Cerita serba-serbi seputar Idul Adha kan banyak terjadi, sapi yang setres, kabur, mengamuk, sapi yang meneteskan air mata karena setres melihat kekejaman sesamanya dijagal di depan matanya, itu membuat tingkat stres tinggi terhadap mereka, walaupun mereka sendiri takdirnya sebagai hewan konsumsi. 


Oleh karena itu, Australia mewajibkan untuk hewan² impor mereka dilakukan penanganan khussus, dimana jika mau melakukan penyembelihan wajib di RPH (Rumah Pemotongan Hewan) yang terstandar dan sudah diaudit oleh lembaga kredibel yang memahami prinsip animal welfare secara baik. 

Sebenarnya bisa saja Idul Adha dengan sapi² impor ini, hanya saja caranya tidak bar-bar seperti menyembelih di sembarang tempat tanpa memperhatikan prinsip² peri kehewanan yang telah diterapkan di negara asal si hewan ternak yang diimpor ini. 

Itu sih sebenarnya prinsipnya, jadi kita manusia diajak lebih baik dalam memperlakukan hewan, yang terkadang terabaikan karena menganggap hewan hanya sekedar makluk konsumsi. 

Semoga informasi ini bisa mencerahkan, sekaligus momen menjelang Idul Adha, ya sekalian share² lah, saya termasuk orang yang gak tegaan, walaupun pada akhirnya tetap mengkonsumsi hewan² ternak tersebut. Tapi jika melihat proses jagalnya mungkin tidak akan tega, apalagi melihat hewan² ini setres ketika saat dieksekusi. Tapi dalihnya, itu adalah ekspresi kebahagiaan hewan tersebut. Halah, itu sih hanya doktrin keagamaan yang seolah-olah membenarkan hal yang gak tepat. 

Sampai jumpa dipostingan berikutnya, bahas hal² lain lagi yang berhubungan dengan kehidupan makluk hidup. -cpr

#onedayonepost
#opini
#umum
#animalwelfare
Jadi sejak mengawali tahun 2025 ini saya itu sudah nungguin, kapan sih masuk musim kemaraunya. Padahal ya, ini sudah masuk bulan Mei 2025, tapi hujan tetap saja datang.

Sebenarnya bukan gak seneng sih. Tapi emang dasarnya manusia, "hujan terus salah, eh hujan telat datang karena panas berlebih salah juga." Ya begitulah kira² sifat dasar manusia gak bisa bersyukur. 

Ilustrasi, ketika hujan mengguyur. Gambar diambil dari Google

Jadi begini, sebenarnya sih saya sendiri inginnya semua baik dan berjalan normal² saja, panas ya boleh saja tapi seperlunya gak perlu ekstrim juga, misalkan mau hujan, ya hujan seperlunya dan diwaktu yang tepat. Masalahnya, menentukan waktu yang tepat tiap² orang beda², alhasil pasti akan ada selalu tidak bersyukurnya diantara manusia satu dan lainnya. 

Secara normal, musim di Indonesia itu hanya ada dua, musim penghujan dan musim kemarau. Karena Indonesia berasa di wilayah tropis memang hanya tersedia dua musim itu, berbeda dengan di Eropa atau Amerika atau di Australia deh misalnya yang terdekat. 

Musim penghujan atau musim basah biasanya, normalnya dan umumnya terjadi pada kisaran bulan Oktober - Maret dan musik kemarau atau musim panas normalnya dan umumnya terjadi pada kisaran ban April - September. 

Kalau melihat umumnya ini, ketika saya menulis ini itu sudah bulan Mei, artinya berada pada range musim kemarau atau musim panas. Namun yang diherankan adalah hujan masih saja turun dengan intensitas ringan hingga lebat, itu juga merata. Beberapa hari lalu, hujan lebat dari Batu, Malang, Lawang, Pasuruan itu hujannya relatif rata dan stabil. Di sana hujan, di sini juga hujan. 

Pada akhirnya bisa diambil kesimpulan pribadi, sepertinya kita ini masuk ke musim kemarau basah. Lalu apa itu kemarau basah? 

Secara logika saja ya, tanpa ilmu ilmiah. Kemarau basah itu adalah fase musim dimana seharusnya terjadi musim kemarau, tetapi intensitas hujannya itu sepertinya sama seperti ketika musim penghujan, karena anomali inilah, makanya disebut musim kemarau basah. 

Kalau pengertian dari Wikipedia atau Google, kemarau basah adalah kondisi ketika hujan masih turun secara berkala pada musim kemarau. Wikipedia menyebutnya sebagai 'kemarau di atas normal'. 

Ada hal positif ketika musim kemarau yang sesungguhnya tidak terjadi. Karena jika musim kemarau yang normal kita akan mengalami panas luar biasa, hal ini berimbas pada kekeringan pada lahan², hingga kekeringan ketika mengakses sumber air baku. Bahkan resiko kebakaran hutan dan lahan akan sangat tinggi. Itu semua tidak akan kita rasakan dampaknya secara maksimal, paling hanya hawa panas saja, namun adanya hujan ini membuat suhu panas itu bisa tetap terjaga, hingga masih ada sejuk² nya. 

Meski ada hal positif yang terjadi ternyata situasinya seperti disebut di atas bisa berimbas negatif jika tidak dikelola dengan baik, tidak dimanfaatkan, yang ada hanya banjir, longsor, air terbuang sia² tanpa bisa dimanfaatkan untuk cadangan air apabila terjadi kemarau yang sesungguhnya. 

Tapi ternyata ada dampak lainnya dari anomali ini, yaitu musim tanam yang terganggu, tumbuhan² yang membutuhkan tanah yang relatif kering jadi tidak terpenuhi karena tanah jadi basah, serangan hama meningkat. 

Pada tahun 2025 ini, pihak terkait dalam hal urusan iklim yakni BMKG, menginformasikan bahwa fenomena ini akan berakhir pada Agustus 2025.

Kalau saya pribadi, dengan anomali seperti ini, kemarau basah yang paling utama sih cadangan air, karena air itu sumber kehidupan yang paling penting. Hanya sayangnya ketika hujan datang begini, air² itu tidak termanfaatkan sempurna, hanya mengalir² begitu saja tanpa terserap ke dalam tanah, karena sudah tidak ada tumbuh²an besar yang akarnya mampu mengikat air. Akhirnya yang terjadi adalah banjir, air menggenang tanpa arah dan ujungnya cuma dibuang ke laut. 

Kalau kalian, senang yang mana, kemarau biasa atau kemarau basah? Share di kolom komentar ya. Gitu saja deh sharing² nya, sudah lama juga gak update diblog ini, lagi sibuk dengan blog lainnya soalnya. -cpr

#onedayonepost
#kemaraubasah
#umum
Sungai Gangga, siapa yang tidak kenal dengan nama sungai satu ini. Sungai yang memberikan banyak kehidupan bagi masyarakat India, sungai yang punya makna kesakralan bagi sebagian masyarakat India, terutama bagi penganut agama Hindu.

Kali ini saya mau traveling via virtual dengan blogging seperti biasa pada postingan blog pribadi saya yang lain, wisata rohani bisa saya lakukan dengan aktivitas blogging ini.

Kenapa saya tulis judulnya 'lebih jauh', karena saya mencoba mengenal 'Gangga' dari jarak cukup jauh, ketika di Indonesia sendiri ada sungai yang juga relatif panjang, tetapi saya malah memilih sungai yang jauh di India sana, negeri para Dewa-Dewi.

Ilustrasi, Sungai Gangga dari atas, sudah seperti laut karena saking luasnya. Gambar diambil dari Google

Sungai Gangga, begitulah dia dikenal hingga berbagai penjuru dunia. Saya yakin semua orang di dunia ini tahu tentang sungai satu ini. Sumber air Sungai Gangga bermula dari Gletser Gangotri, Gletser Satopanth, Gunung Nanda Devi, Gunung Kamet, Trisul (kumpulan tiga gunung yang menyerupai trisula di pegunungan Himalaya), Kedarnath (dua gunung di kelompok Gangotri dari puncak di Garhwal Himalaya Barat) dan Nanda Kot (merupakan puncak gunung di pegunungan Himalaya yang terletak di distrik Uttarakhand, India) di Pegunungan Himalaya. Mengalir sepanjang 2525 kilometer menurut Google, hingga mencapai hilir bermuara di Delta Gangga, di Teluk Benggala. Walaupun ada yang menuliskan panjangnya 2.510 kilometer, tapi kisarannya sekitar itu. Ini merupakan ukuran yang relatif kecil jika dibandingkan sungai lain di Asia dan dunia.

Taman Nasional Gangotri, gambar diambil dari Google

Sungai Gangga merupakan sumber kehidupan banyak peradaban India, ada peradaban Dinasti Maurya 'Ashoka', kemudian peradaban Mughal. Kekaisaran feodal Harsha, 


Pertanyaan konyol, apakah ada bagian dimana Sungai Gangga itu dinyatakan bersih dan layak?

Ternyata mesin pencari Google menyatakan sungai ini tercemar berat dan tidak bisa dianggap bersih. Lalu sebenarnya apa saja sumber pencemar dari sungai yang dianggap suci ini?
☠️ Tercemar akibat dari limbah manusia, dari bahan kimia pertanian dan air kotor dari pemukiman penduduk.
☠️ Tercemar dari limbah industri yang dibuang ke sungai. Ada industri pemyamakan kulit, pabrik kimia, pabrik tekstil, penyulingan, rumah pemotongan hewan, hingga rumah sakit. Bahkan ada industri pembangkit listrik yang menggunakan batu bara, abu hasil prosesnya juga 
☠️ Tercemar akibat pembuangan sisa² pembakaran jenasah manusia, baik yang sudah abu maupun yang sisa pembakaran tak sempurna.
☠️ Tercemar dari bangkai² hewan ternak yang dilarung begitu saja di sungai ini.

Air sungai ini memasok air untuk 40% penduduk India. Air yang mengalir dari hulu itu dimanfaatkan masyarakat India untuk berbagai kegiatan dari mengairi pertanian, sumber air baku, memancing, mandi, hingga ritual² keagamaan. Bahkan pada waktu masa covid19 di India, sungai ini digunakan untuk melarung mayat² pasien covid19 selepas kremasi atau pengebumian.


Agak mengerikan bukan selepas membaca artikel berita di atas soal fungsi tak langsung Sungai Gangga ketika covid19. Parahnya air sungai tersebut tetap dijadikan sumber air kehidupan masyarakat yang masih hidup, sungguh gambaran nyata ironi kehidupan di India kala itu. Bahkan sampai sekarang kalau urusan non hygienitas masyarakat ekonomi lemah di India.

Sungai Gangga yang bermula dari India Utara ini melewati beberapa daerah di India, antara lain Uttarakhand, Uttar Pradesh, Bihar, Jharkhand dan Benggala Barat hingga akhirnya bermuara di Teluk Benggala.

Sungai ini melewati 100 kota dengan populasi penduduk melebihi 100rb penduduk, 97 kota dengan populasi 50rb - 100rb penduduk, dan 48 kota kecil.

Bayangkan kota itu berisi manusia dengan perilaku yang sangat jauh dari budaya kebersihan, dimana limbah² rumah tangga tidak diolah tapi langsung digelontorkan begitu saja ke sungai induk dan anak² sungai. Jadi sangat wajar saja jika sungai ini menjadi sungai dengan kualitas air yang buruk.

Saya menilai sungai di Indonesia saja termasuknya kotor dan tercemar, bayangkan gimana tercemarnya sungai yang dianggap suci ini. Bersih = suci, tapi tidak berlaku di India, tidak bersih tetap dianggap suci, karena 'kepercayaan'.

Menurut statistik berdasarkan pengukuran polusi di sungai ini tahun 2006 dari pemantauan air sungai selama 12 tahun terakhir, menunjukan jumlah bakteri coliform cemaran dari feses hingga 100jt MPN per 100 ml dan tingkat kebutuhan oksigen biologis rata² lebih dari 40mg/ L. Data ini ditemukan di bagian sungai di daerah Varanasi.

Klasifikasi sistematis oleh Badan Perlindungan Limgkungan dan Pengendalian Polusi di Uttarakhand mengkategorikan Sungai Gangga ini ke dalam kategori D yang berarti polusi berlebihan.

Makna dari kategori tersebut antara lain: kategori A: aman untuk diminum ; kategori B: aman untuk mandi ; kategori C: aman untuk pertanian dan kategori D: polusi berlebihan.

Studi lain yang dilakukan oleh Program Registrasi Kanker Nasional dibawah Dewan Penelitian Medis India pada tahun 2012 menunjukan bahwa orang² yang tinggal di tepian sungai di wilayah Uttar Pradesh,  Bihar dan Bengal lebih rentan menderita kanker dibandingkan di daerah lain.

Penelitian tahun 2020 yang didukung oleh Forum Sains dan Teknologi Indo-AS (IUSSTF) menunjukan bahwa kandungan logam berat beracun di sungai ini telah meningkat secara signifikan beberapa tahun terakhir.

Dengan kondisi ini sangat wajar jika tingkat kesehatan masyarakat India sangatlah rendah, apalagi mereka yang ekonomi miskin, kalau mereka ekonomi tinggi, kaum hedon Bollywood tentunya tidak akan mengalami ini, dan mereka sadar bahwa itu (baca: Sungai Gangga) itu kotor dan tak layak dikonsumsi.

Sungai ini akrab dikaitkan dengan penyakit² seperti disentri, kolera, hepatitis, diare parah, dimana penyakit ini menyerang usia anak² dan dapat menyebabkan kematian.

Baru² ini organisasi Pengadilan Hijau Nasional (National Green Tribunal) merilis laporan yang menyatakan bahwa kandungan bakteri koliform feses dalam air Sungai Gangga di Prayagraj pada saat perayaan Kumbh Mela tahun 2025 adalah sebanyak 1400 kali lebih tinggi dari batas diinginkan.


Sungai dengan panjang 2500-an kilometer ini merupakan rumah bagi flora dan fauna, apa saja itu?
Flora : Primula floribinda, Stellaria webbiana, Elastostema sessile, Geranium rotundifolium, Betula utilis, Rhododendron communis.
Fauna air: lumba² Sungai Gangga, berang², kura² air tawar, ikan lele, ikan daun dan ikan hinggap, ikan belibis, ikan barb, ikan gurami, ikan bandeng (muara).
Reptil: buaya India (gharial) dan buaya rawa.

Ilustrasi, lumba² Sungai Gangga tertangkap jala nelayan. Gambar diambil dari Google

Ini dia reptil sejenis buaya, dikenal dengan nama Gharial. Gambar diambil dari Google

Kura-kura air tawar Sungai Gangga. Gambar diambil dari Google

Ikan barb, ikan hias eksotik yang juga hidup di sungai Gangga. Gambar diambil dari Google

Begitu banyak flora fauna yang bergantung hidup dari sungai ini, yang diketahui bukan sungat bersih, justru cenderung beracun. Jadi bisa dibayangkan efek yang flora dan fauna itu alami. Endapan² logam berat pasti harus mereka terima.

Kepunahan adalah resiko yang harus diterima, ketika habitat hidupnya sudah tidak layak lag pilihannya cuma dua bertahan hidup dan berevolusi atau punah.


Pemerintah India memang berusaha untuk membenahi Sungai Gangga ini, banyak program yang mereka lakukan sejak 1989 dengan pembentukan sebuah badan Gangga Action Plan (GAP).

Lanjut pada tahun 2009 sebuah organisasi bentukan pemerintah Otoritas Daerah Aliran Sungai Gangga (NGRBA).

Pada tahun 2014, perdana mentri India yang dikenal saat ini Narendra Modi meluncurkan program Namami Gange. Hingga saat ini program ini masih terus berjalan, ada kemajuan yang relatif berarti, per tahun 2022 ada 15% aliran sungai dipulihkan. Hingga pada tahun 2025 ini kemajuannya pada kualitas air yang makin membaik, perluasan kapasitas pengolahan limbah penduduk, hingga populasi lumba² Sungai Gangga mulai meningkat.

Namun informasi yang dikabarkan oleh kantor berita Reuters, upaya² pembersihan sungai ini sebelum² nya terhambat karena kegagalan dalam melaksanakan rencana. Artinya rencana dan konsep pemulihan sungai yang baik dianggap gagal karena 'tidak terlaksana dengan baik'.

Sebagai penutup, jika ingin melihat bagian dari dunia, melihat wajah kekumuhan dunia ini, liriklah sedikit ke bagian dunia satu ini, India. Mampirlah bervirtual ke aliran sungai ini, anda bisa melihat betapa kumuhnya. Meski terlihat tampak baik² saja, tapi sesungguhnya di sana terkontaminasi banyak material² yang sebenarnya tak layak berada di sungai dimana air yang mengalir menjadi sumber air kehidupan banyak orang. Parahnya, masyarakat negara itu yang menyokong kehidupan sungai justru tidak pernah sadar akan hal itu, kembali kepada keyakinan, sungai ini adalah suci, mau bagaimana pun mereka mengotorinya setiap saat.

Untungnya sungai ini mengalir terus, siklus hidrologi tetap berjalan, kotoran, pencemar seperti sampah, kontaminasi dll., pada akhirnya akan terbawa aliran sungai ke laut, semuanya akan dibawa ke laut, sehingga lautnya yang kotor, filtrasi dunialah yang akhirnya bekerja. Namun meski begitu, endapan² kotorannya pasti ada di dasar sungai ini dan baru akan terlihat kelak jika sungai ini kering. Tapi jika ini terjadi (sungai ini kering), itu tandanya ada yang gak beres dengan dunia ini.

Sebuah pembelajaran untuk sungai² lain di dunia, terutama di Indonesia. Bedanya orang Indonesia lebih 'licik', mau mengotori sungai tapi mereka tahu sungai itu kotor dan mereka jijik, tapi kalau mengotori sih enjoy² aja.

Bedanya dengan di India, rencana penanggulangan dan pembersihan yang dilakukan pemerintah itu berhasil dilaksanakan hanya belum efektif karena kurang dukungan masyarakat, tapi bukan tidak didukung sama sekali oleh masyarakatnya ya, seperti di India sana.

Segitu saja ya kita mengenal India 'lebih jauh', karena makna sebenarnya, memang jauh sekali ke India. Tapi apakah saya berpikir untuk pergi ke sana? Hmm, rasanya tidak, India bukan negara yang ada dalam pikiran saya untuk saya kunjungi. Sangat tidak masuk akal jika memilih berlibur ke negara itu, ketika banyak pilihan negara lain yang jauh lebih baik.

Ini pendapat pribadi saya, dan jelas sih sekotor-kotornya saya, saya akan berpikir ulang untuk hidup di negara itu, jika saya bagian dari Bollywood it's oke, tapi jika saya hanya orang biasa seperti di negeri saya ini, jauh² lebih baik Indonesia ini, secara lingkungan dan pola kehidupannya.

Bagi yang punya pendapat lain tentang ini, bisa share dikolom komentar. Mungkin yang bisa berpendapat adalah mahasiswa² Indonesia yang hidup dan belajar atau sekolah di India, mereka akan bisa berpendapat lebih objektif, tapi pasti jauh lebih 'menerima' keadaan, karena mereka pernah hidup dan merasakan apa yang ada di sana. Hanya pertanyaan akhir buat mereka, akankah mereka mau hidup dan stay di sana untuk waktu yang lama?

Sampai jumpa dibahasan yang lainnya, entah bertravelling virtual kemana lagi ya. Foto dan gambar dari post ini ya diambil dari internet, untuk memberikan gambaran saja ya, tahun pengambilan gambar juga gak jelas. Jadi jangan dijadikan patokan, tapi setidaknya membantu saja membayangkan. Sisanya sih bisa nonton Youtube saja, yang gambarnya bergerak. -cpr

#onedayonepost
#sungaigangga
#opini
#umum
#sungaikotor
#india
Sejak tanaman labu madu habis masa tanamnya, ada tanaman lain yang tumbuh di lahan, yaitu pepaya. Tanaman pepaya yang ditanam dari biji, pepaya california sepertinya.

Pepaya ini beli di pasar dan bijinya ditanam, dibibitkan dan satu bibit yang berhasil tumbuh ditanam di pekarangan. Ditanam ketika tanaman labu masih tumbuh kala itu. Perlahan tapi pasti si tanaman pepaya ini tumbuh menjadi pohon.

Tadinya batangnya lunak kini sudah jadi batang sejati dengan kekerasan mumpuni, tingginya juga sudah lumayan, 1 meteran lebih lah.

Diawal-awal tanaman pepaya ini tumbuh subur, hijau daunnya dan segar sekali tampak dari hari ke hari. Tapi seiring waktu daunnya mulai menguning. Pada masa ini ternyata mulai muncul juga beberapa buah pepaya kecil di sana.

Tapi seiring waktu buahnya tumbuh, daunnya mulai menguning, rontok satu per satu sampai akhirnya pohon pepaya ini gundul, akhirnya buah² kecil yang menggantung ini mulai busuk dengan sendirinya.

Ya sepertinya pohon pepaya muda ini nampaknya mati, dia tengah sakratul maut. Entah mungkin tidak ada asupan nutrisi yang dibutuhkan pohon pepaya ini untuk tumbuh. Saya tidak tahu pasti kenapa² nya, yang pasti ketika makluk hidup mati, itu pasti dikarena tidak adanya asupan yang bisa diproses oleh metabolisme tubuh si tanaman itu untuk kehidupan.

Memang sama seperti tanaman labu madu yang ditanam sebelumnya, tidak ada pupuk kimia, semua hanya nutrisi mengandalkan alam saja. Pada generasi kedua labu madu pyur saya mengandalkan alam. Saya jarang menyiram dengan air cucian beras, air daging atau air kurasan aquarium sidat. Pupuk tai burung juga gak pernah saya berikan.

Tapi saya menduga tanaman labu generasi kedua itu mati sebelum panen kedua karena memang sudah waktunya mati, karena memang secara wajar tanaman labu hanya optimal untuk 1-2x panen saja, jika lebih dari itu pastinya ada perlakuan khusus.

Nah bisa saja, asupan nutrisi untuk tanaman pepaya jauh butuh lebih banyak sedangkan tanah di pekarangan saya tidak mencukupi untuk itu, makanya dia mati.


Saya tidak punya dokumentasi ketika dia masih hijau, hanya foto saat ini kondisinya sekarang. Seperti yang bisa dilihat difoto di atas itu. Begitu merananya ya.

Untuk usianya sendiri mungkin sudah setahun sejak dia ditanam dari bibit ya, bahkan lebih sih kalau itungannya dari bibit.

Ya itu yang bisa saya bagikan dari kebun ku yang tersisa saat ini, sekarang sudah habis deh tanaman² buah yang bisa dikonsumsi, bahkan tanaman cabai saja sudah sakratulmaut, nanti saya share dipostingan terpisah.

Segitu saja, sampai jumpa dipostingan lainnya. Happy planting and make your home green again. -cpr

#onedayonepost
#pepaya
#pengalaman
#umum
#pepayamati
Setiap hari ketika mau masuk ruangan kerja saya selalu melintasi taman yang lokasinya di samping tangga naik ke atas. Seperti yang bisa dilihat didokumentasi dibawah ini. Dulu waktu awal-awal ditanam ya besar tapi tak sebesar ini, setelah beberapa waktu sepertinya tanaman ini mendapatkan nutrisi tanah yang sesuai sehingga tampak tumbuh dengan baik, segar dan menghijau.


Di tengah taman ini ada satu tanaman yang menarik, dia paling berbeda, karena ukuran daunnya yang besar dan posisinya yang ada di tengah.

Ini view dari atas tangga, nampak daunnya yang lebar seperti kipas

Saya mencoba menggunakan Google Image untuk mendeteksi sebenarnya tanaman ini jenisnya apa. Hasil pencitraan dari Google Image ini, ada beberapa kemungkinan mengenai jenis tanaman ini. Tapi saya tidak tahu yang pastinya apa. Jadi ini saya share informasi kemungkinan-kemungkinannya:

Bira Besar atau Alocasia macrorrhizos
Secara fisik tanaman ini mirip-mirip dengan yang saya lihat. Kalau spesies ini, termasuk tumbuhan penghasil umbi yang dapat dimakan. Dalam bahasa Jawa, dikenal dengan "sente". Umbinya berasal dari bagian batang, sering dijadikan sumber pangan karbohidrat non-serealia. Bahkan daun mudanya yang telah direbus dapat digunakan sebagai pembungkus makanan seperti nasi atau buntil. Wajar jika akrab di masyarakat Jawa.

Ilustrasi Alocasia atau kuping gajah atau bira, gambar diambiil dari Google

Namun ada hal yang perlu diperhatikan, yaitu bagian tanaman yang di atas permukaan tanah seperti daun dan bunga, itu mengandung kristal kalsium oksalat, yang apabila dimakan mentah atau pengolahannya tidak sempurna dapat menyebabkan mulut dan perut terasa gatal, efek dari getahnya menimbulkan radang.


Talas atau keladi atau seratah atau Colocasia esculenta L.
Ini juga masih serupa secara visual dengan yang disebutkan di atas tadi. Ternyata masih sama sebagai tumbuhan penghasil umbi-umbian. Berasal dari suku talas-talasan atau Araceae.

Ilustrasi tanaman talas, gambar diambil dari Google

Tanaman ini sudah lama dibudidayakan, bahkan sejak jaman manusia purba ketika padi belum ditanam banyak manusia kala itu. Tanaman ini dimanfaatkan sebagai sumber pangan karbohidrat.

Sumber pangannya ada pada bagian umbi atau bonggol yang tumbuh di bawah tanah, tingginta 0,4 - 1,5 meter. Ada beberapa jenis tanaman ini, diantaranta ada talas pandan, talas ketan, talas banteng, dan talas lahun anak. Tapi yang umum dijual di pasaran adalah talas dari jenis pandan dan ketan.


Nah dari pencarian Google itu saya temukan dua jenis tanaman itu yang punya kemiripan satu sama lain. Hanya saja yang sesuai dengan spesies yang ada di halaman office itu yang mana, saya belum bisa memastikan.

Tapi kalau baca² di internet, memang tanaman talas yang sering digunakan sebagai tanaman hias, tapi gak menutup kemungkinan bira juga digunakan.

Nah buat kalian yang paham, kira² manakah spesies yang cocok untuk tanaman yang ditanam di taman depan office saya, yang fotonya ada dua saya bagikan di awal paragraf.


Segitu saja sharing² ringan dari saya, untuk membangkitkan kembali gairah menulis diblog ini, maklum sudah cukup lama hiatus tidak ada bahasan seputar dunia flora.

Kebetulan lahan di samping rumah sudah tak terurus lagi sejak musim hujan tiba, sejak ada proyek rumah di tetangga depan, dimana lahan samping rumah tertutup pasir urugan dan saat ini lahan tersebut tengah tumbuh pohon pepaya di sana.

Sejak musim hujan tiba ini jadi banyak serangga dan reptil yang tak diinginkan melintas, jadi jaga² saja daripada terjadi hal² tak diinginkan dipatok ular, bisa bahaya. Kalau reptil² macam kadal atau biawak sih gak masalah, saya bisa terima, tapi kalau ular gak bisa ditolerir.

Info soal tanaman pepaya ini saya bahas di postingan terpisah saja ya. Sampai jumpa dipostingan lainnya. Oh ya sekali lagi yang bisa jawab silakan komentar di bawah ya. -ngp

#onedayonepost
#tumbuhan
#teori
#umum

Sudah beberapa buah labu madu yang sudah saya panen hingga saat ini. Bahkan saat ini saya tengah menunggu panen untuk gen#2 masih dari penanaman batch #1, dimana pada gen#1 ada 8 buah labu madu yang dipanen, saat ini sisa ditanaman yang belum terpanen sampai saat postingan ini saya buat.

Selalu ada pertanyaan, apa sih khasiatnya jika dikonsumsi?

Terkadang pertanyaan ini tidak bisa saya jawab langsung, karena saya belum pernah membaca detail tentang informasi ini. Saya hanya tahu jika buah labu madu ini bisa dikonsumsi sebagai bahan pangan, untuk olahan kolak, bubur biji salak, makanan pendamping ASI dsb.

Tanaman labu sendiri secara umum, merupakan tanaman kuno, karena sudah dikenal sejak 10.000 tahun yang lalu dari wilayah negara Meksiko dan Amerika Tengah.


Buah labu madu ini punya rasa sedikit manis, rasanya mirip seperti ubi jalar hanya saja lebih lembut. Buah ini punya kandungan nutrisi dari 100 gram labu madu terdiri dari:
- 86,4 gram air
- 45-63 kalori,
- 0-0,1 gram lemak,
- 11,7-16 gram karbohidrat,
- 2,8-7 gram serat makanan,
- 2,2 gram gula,
- 48 mg kalsium,
- 33 mg fosfor,
- 1-1,4 gram protein,
- 4-6 mg natrium.
- 532 mcg vitamin A,
- 21 mg vitamin C, 
- 34 mg magnesium.

Dari kandungan tersebut, dipercaya bahwa mengkonsumsi labu madu memberikan khasiat sbb.:
1. Menghindarkan tubuh dari dehidrasi
2. Meningkatkan sistem imun
3. Meningkatkan kesehatan mata
4. Mencegah kanker
5. Menjaga kesehatan peredaran darah
6. Menjaga kesehatan mata
7. Mencegah diabetes
8. Memenuhi kesehatan cairan tubuh
9. Menyehatkan jantung
10. Menjaga kesehatan pencernaan
11. Menurunkan berat badan
12. Menjaga kesehatan tulang



Itulah dia kandungan gizi dari buah labu madu, semoga bisa menambah pengetahuan tentang apa yang kita konsumsi, untuk saya sendiri untuk menambah pengetahuan tentang profil tanaman yang saya tanam di rumah. Jika mau tahu lebih detail kandungan dari buah panen tanaman yang kita tanam ya bawa saja ke laboratorium uji untuk menguji kandungannya.

Segitu saja sharing informasi ini, informasi ini saya temukan dari beberapa artikel di internet, berikut ini saya bagikan sumber artikelnya.




Semoga ini bisa menambah pengetahuan kita bahwa ketika mengkonsumsi bahan makanan juga harus tahu manfaat dan khasiatnya. Sampai jumpa dipostingan lainnya. -cpr

#onedayonepost
#labumadu
#informasi
#umum
#teori
Kita sering dengar organik, organik, organik. Sayuran organik, buah organik, padi atau beras organik. Frase itu sering kita dengar. Katanya kalau mau hidup sehat kita harus mengkonsumsi sumber pakan organik.

Katanya kalau organik itu dalam proses tanamnya tidak menggunakan pupuk kimia, bahkan pertisida kimia. Itu yang sering kita dengar ketika merujuk kata organik. Tapi apakah benar seperti itu?

Ilustrasi, gambar diambil dari   Google

Pada postingan kali ini kita akan membahas hal tersebut. Kalau merujuk dari informasi pertanian yang saya peroleh, apa yang kita pahami diparagraf kedua itu memang ternyata ada benarnya. Namun ada hal² lain yang perlu kita ketahui bagaimana si suatu sistem pertanian dikatakan sebagai pertanian organik?

Pertanian organik merupakan  teknik budidaya  pertanian yang berorientasi  pada pemanfaatan  pada bahan² alami, tanpa menggunakan  bahan² kimia sintesis.

Pertanian organik itu punya prinsip² yang dipegang dan inilah yang sering jadi pedoman, bahwa pertanian atau hasil pertanian organik itu yang prosesnya seperti ini lho. Apa saja itu?

#1  Lahan bebas dari cemaran bahan kimia.
#2  Menghindari  penggunaan benih/bibit  dari hasil rekayasa genetik atau GMO (Genetically  Modified  Organism).
#3  Menghindari penggunaan pupuk kimia  sintetis  dan zat pengatur tumbuh.
#4  Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis.
#5 Menghindari penggunaan  hormon pertumbuhan dan bahan aditif sintetis, biasanya digunakan pada pakan ternak.
#6  Pengunaan cara alami  untuk penanganan pasca panen.


Itulah dia prinsip² dari pertanian organik yang harus dipegang. Jadi begini, apabila nih prosesnya  memang tanpa bahan² kimia, tapi ternyata penggunaan bibitnya adalah hasil rekayasa genetik, maka pertanian yang dilakukan bukan termasuk pertanian organik.

Jadi intinya adalah ketika ada prinsip tersebut dilanggar, kita harus menyadari bahwa yang kita lakukan berarti bukan murni organik.

Nah kalau dari ini, lalu labu madu yang saya tanam di pekarangan rumah apakah termasuk pertanian organik?  Tapi ada satu ganjalan saya, yakni soal benih/bibit yang saya gunakan, apakah itu termasuk rekayasa genetik?


Sekian sharing yang bisa saya bagikan, semoga bisa menambah pemahaman soal pertanian organik. Sampai jumpa dipostingan lainnya masih tentang bercocok tanam dan budidaya. -cpr

#onedayonepost
#pertanianorganik
#teori
#umum
Di daerah lain dan bahkan di negara lain, ikan sidat dipercaya memiliki khasiat dan manfaat gizi yang baik bagi tubuh manusia, dimana nilai gizinya jauh lebih baik daripada jenis ikan lainnya, termasuk ikan salmon sekalipun.

Di negara Jepang terkenal dengan olahan ikan sidat yang bernama unagi, kabayaki dan olahan ini terkenal dimana-mana.

Selain Jepang di negara Asia Tenggara, seperti Vietnam dan Thailand juga mengenal olahan dari ikan sidat ini, termasuk di Indonesia juga gak asing, terutama untuk masyarakat kelas atas.

Namun untuk masyarakat biasa, ikan sidat masih asing. Malah dari mereka masih menyamakan ikan sidat sama seperti belut, padahal ini dua hal berbeda.

Secara morfologi meski bentuknya serupa tetapi sidat dan belut itu berbeda. Jelas itu dan gak bisa didebat.

Mungkin, istilah 'belut' akhirnya bergeser, untuk menyebut hewan air menyerupai reptil ular, dengan bentuk memanjang, licin, berlendir, hitam dan senang bermain di liang² yang basah atau berair, itu diistilahkan 'belut'. Jadi apapun yang dimaknai seperti ini, orang² mayoritas akan menganggap nya sebagai 'belut'.

Bahkan di Maluku saja, dimana di sana ikan sidat hidup berdampingan dengan masyarakat, mereka menyebutnya sebagai 'belut morea', padahal jelas berbeda belut dan ikan sidat, tidaklah sama, ini yang perlu dipahami banyak orang dan perlu diberikan pemahaman yang benar.

Perbedaan secara morfologi antara ikan sidat dan belut ada pada sirip insang atau orang sering sebut bertelinga (untuk ikan sidat) dan mempunyai sirip dorsal memanjang hingga ke ekor, sedangkan belut tidak punya itu.

Ikan sidat bisa hidup di dua perairan, air darat saat dewasa dan air laut ketika akan kawin dan menetas dari telur hingga larva, hingga menuju glass ell, sidat² junior ini akan berenang kembali ke perairan darat untuk membesarkan diri dan hidup di sana (perairan darat).

Pemahaman dan pengetahuan ini harus dipahami banyak orang agar tidak lagi salah kaprah.

Mari kita bahas jenis sidat yang dianggap masyarakat Maluku sebagai hewan yang dikeramatkan.

Seperti yang disinggung sedikit di atas,  ikan sidat bagi masyarakat di sana dianggap sebagai 'belut',  mereka menyebutnya sebagai belut morea.

Ilustrasi, ikan sidat dewasa yang mungkin usianya sudah bertahun-tahun hidup berdampingan dengan masyarakat. Gambar diambil dari   Google

Belut Raksasa atau Morea hidup di suatu tempat keramat bernama Kolam Waiselaka di Desa Waai, Kecamatan Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah berbatasan dengan Kota Ambon.

Ukuran hewan keramat ini sangatlah besar, panjangnya bisa sampai satu meter, bahkan  ada yang mencapai 2 - 2,5 meter, dengan bobot 10 kg hingga 30 kg.

Masyarakat  setempat sering memanggilnya dan memberikan makan telur ayam mentah. Hewan air keramat ini terkenal jinak dan masyarakat yang ingin  menyentuhnya bisa melakukannya dengan mudah.

Hewan ini menjadi keramat dikarenakan kisah² dongeng masa lalu. Dikisahkan pada zaman dulu penduduk dari gunung ingin pindah ke pinggiran pantai. Kebutuhan hidup di sana dinilai lebih baik, seperti makanan dan lain-lainnya. Lalu, dilemparlah tombak dari jauh yang diyakini berkekuatan gaib dan tertancaplah di tanah yang sekarang di pinggirannya kolam. Dari sana keluarlah air dan ikan-ikan serta Morea. Kondisi ini adalah pertanda ada mahluk hidup di sana dan bisa menjadi tempat tinggal. Tapi tentu, mahluk-mahluk di dalam airnya termasuk Morea dilarang untuk dibunuh.

Saat ini di lokasi tersebut dijadikan tempat wisata, dimana wisatawan yang datang bisa melihat 'belut morea' ini. Jam potensial untuk melihat hewan keramat ini adalah jam 16:00, dipercaya pada  jam tersebut jam makan biologis si hewan yang dinamai belut morea.

Belut morea ini dipercaya bisa hidup di dua air, yaitu air tawar sungai dan air laut, ketika akan kawin dan memijah morea ini akan menuju laut, kemudian larva telurnya akan pergi kembali ke perairan darat untuk berkembang menjadi dewasa.





Siapakah belut morea ini?

Jadi hewan yang dianggap keramat ini sebenarnya adalah ikan sidat. Dari mana tahunya? Jelas dari siklus hidupnya, sangat sesuai dengan siklus hidup ikan sidat  serta ciri fisik dari sidat itu sendiri.

Karena jenis belut apapun tidak bisa hidup di dua perairan air tawar sungai dan air laut. Sedangkan ikan yang bisa melakukan ini hanya salmon dan sidat. Jika salmon gak mungkin, karena morfologinya berbeda, salmon lebih mirip dengan ikan pada umumnya. Sedangkan sidat bentuknya menyerupai dengan belut, tapi bukan belut.

Itu wajar jika masyarakat yang gak paham menyebutnya sebagai belut, karena hewan² seperti itu dipanggil dengan istilah belut, padahal bukan termasuk keluarga belut.

Lalu jenis sidat apa yang ada di sana?

Kita tahu bahwa terdapat 18 jenis spesies sidat di dunia. Terdapat  7 jenis di Indonesia. Namun yang populer adalah Anquila Marmorata dan Anquila Bicolor.

Lokasi hidup Anquila Bicolor umum di Kepulauan Mentawai: Sungai Muko-muko; Bengkulu : Sungai Ketau;  Sungai Cimandiri, Pelabuhan Ratu, Banten ; Perairan Donggala, Sulawesi.

Lokasi hidup Anquila Marmorata di Teluk Tomini Poso, Sulawesi Utara (Sungai Poigar,  Amurang, Inobonto); Kalimantan Timur (Sungai Sangata).

Anquila marmorata, gambar diambil dari   Google

Melihat lokasi hidup jenis sidat yang populer  di Indonesia, jenis Anquila Marmorata ini hidup di perairan sekitar utara Indonesia. Wilayah Maluku dekat dengan Sulawesi Utara, jadi kemungkinan ikan sidat yang dianggap sebagai belut morea itu adalah ikan sidat jenis ini.

Melihat dari morfologi tubuh belut morea ini pun cocok dengan fisik dari Anquila Marmorata.

Bagi pembudidaya sidat, Anquila Marmorata dikenal sebagai sidat batik, karena pada kulit sidat ini ada seperti loreng batik. Sering juga disebut sidat kembang, moa raksasa.

Tubuh sidat jenis ini di alam liar bisa mencapai ukuran yang sangat besar, seperti yang sudah dibahas di atas tadi. Sidat betina mempunyai variasi panjang 2 meter, dan sidat jantan mempunyai variasi panjang 1,5 meter.


Nah jadi sudah jelaskan, belut morea adalah ikan sidat, bukan belut, sekali lagi bukan belut. Jenis sidatnya adalah A. Marmorata.

Kondisi ini sangatlah positif sebenarnya untuk prospek budidaya sidat. Karena indukan sidat dewasa yang memang sudah besar di alam tidaklah diambil untuk dikonsumsi.

Sehingga peluang mereka untuk memijah ke palung laut, dan menghasilkan larva² sidat yang jumlahnya ribuan akan potensial dan menghasilkan siklus hidup sidat² baru.

Nah para pembudidaya sidat hendaknya memproses budidayanya di rumah atau di lahan budidaya adalah dari larva sidat atau GE, bukan yang sudah berukuran besar.

Pembudidaya instan macam begini saya katakan sebagai pembudidaya tolol!

Karena apa, daging sidat konsumsi untuk pasar restoran atau layak konsumsi adalah sidat² hasil pembudidayaan sejak GE ke usia 2 tahun maksimal, selepas itu ikan sidat tidak enak untuk dikonsumsi.

Para pembudiaya pun pada akhir wajib melepasliarkan sidat² yang telah melewati masa layak konsumsi itu kembali ke alam, bukan memaksakannya untuk dijual dan dikonsumsi, karena memang dagingnya sudah tidak enak.

Tekstur dagingnya menjadi alot, tidak lumer ketika disantap, kemudian kulitnya tebal dan keras, intinya sangat tidak layak untuk dikonsumsi.

Jadi sebenarnya siklus hidup sidat akan tetap terjaga baik jika pembudidaya cerdas saling bersinergi mendukung kembali ekosistem. Karena sidat² yang sudah lepas masa pembudiayan layak konsumsi hendaklah bisa dilepasliarkan sebagai bentuk CSR mereka kepada lingkungan.

Masalahnya, budaya dan kelakuan manusia di Indonesia ini berbeda. Orang Ambon, Maluku di sana punya kisah² keramat yang ini positif untuk kelangsungan hidup sidat. Tapi tidak di Jawa atau daerah lain, dimana manusia² perusak banyak tersebar.

Coba ya, ini di Jawa, orang² tolol liat ikan atau 'belut' macam ini langsung dijarah, dipancing dan dibawa pulang dengan kebanggaan, "dapat ikan tangkapan besar". Kelakuan ini bukan 1-2 orang, tapi mayoritas orang² nya begitu.

Jadi sangat wajar di daerah lain ikan sidat ini gak bisa hidup berdampingan dengan masyarakatnya ditambah ekosistem sungai dan muara di daerah lain di Indonesia sudah tidak layak, karena kotor dengan limbah² berbahayanya.

Kembali lagi, bagi pembudidaya walaupun mengambil benih dari alam, tetapi mereka pun juga harus mengingat dan jadi agen penyeimbang ekosistem, dan tidak jadi pembudidaya serakah.

Satu hal yang lagi dan terus dikampanyekan, bahwa hentikan mengambil sidat ukuran besar dari alam untuk alasan  budidaya atau hanya kesenangan semata (memancing). Jika dipelihara okelah, tapi tidak untuk diperjual belikan.

Jika mau dipelihara untuk hiasan di rumah, belilah sidat hasil budidaya yang usianya lebih dari dua tahun, tapi bukan yang dari alam. Dan apabila nanti sudah tidak mau pelihara lepas liarkan kembali ke muara, supaya bisa memijah dan bertelur menghasilkan sidat² junior yang baru.

Jangan pernah ambil sidat alam berukuran besar, atau sidat ukuran elver, fingerling dan dewasa dari alam untuk budidaya atau diperjualbelikan ke pasar konsumsi!

Jadilah pembudidaya yang cerdas, memahami apa yang mau dipelihara dan jangan jadi pembudidaya yang serakah.

Yang suka mancing, kalau dapat ikan seperti ini, jangan dibawa pulang, lepas liarkan kembali, gunakan sistem catch and release, supaya mereka bisa bersiklus dengan normal.


Segitu saja sharing dan bahasan soal sidat keramat di Maluku, semoga bisa memberikan pencerahan buat kita semua. -ngp

#onedonepost
#budidayasidat
#teori
#umum
#anguilamarmorata
#sidatmorea
#morea
#bukanbelu
#sidatbukanbelut