Akhirnya terealisasi juga dibulan Juli ini buat nambah aquarium lagi. Bulan ini memang investasi untuk memulai usaha agak tinggi dibandingkan sebelumnya. Tapi ini gak seberapa sebenarnya, karena saya memulai bener² dari gak punya apa², barang dan dana, alhasil harus sabar setapak demi setapak.
Dibantu teman saya Mr. G, dia yang aktif di Facebook membantu saya mencari unit aquarium bekas layak pakai. Soalnya saya gak mampu jika beli baru. Saya percaya di luar sana banyak orang siklus hobi orang, dimana sudah tak membutuhkan, daripada menuh-menuhin rumah mending dijual dengan harga yang murah, dan saya dapatkan itu juga akhirnya.
Walaupun ukuran aquariumnya gak besar, ukuran standar aquarium rumahan untuk ikan² kecil maksimal medium, tapi ini lumayan lah.
Rumah saya juga kecil, lahan buat budidaya pun memanfaatkan area ruang tengah rumah, masih serba terbatas. Jadi aquarium kecil sementara cukup.
Memang jika pakai aquarium kecil boros di pompa airnya dan chamber yang digunakan mesti ngikuti jumlah aquarium, sedangkan daya tampung sedikit.
Tapi ya kembali lagi, saat ini saya hanya punya ini, kalau menunggu punya dulu baru memulai rasanya rugi waktu yang terbuang. Waktu kan katanya adalah uang, walaupun gak punya uang untuk dibuang, minimal tidak membuang waktu.
Aquarium yang datang kali ini punya dua ukuran berbeda, yang pertama itu ukurannya (p x t x l) : 58,5 x 28 x 28,5 cm dan yang kedua ukurannya : 59 x 30 x 39 cm. Ini ukuran riil dari luasan isinya aquarium, jadi tinggal dikalikan saja jika diisi penuh berapa liter isinya.
Kalau mengukur dari tebal kaca sekalian sih ya ada lebih dari itu, soalnya tebal kaca saya tidak hitung sih, kan selisihnya sedikit paling hanya setengah centimeter saja.
Sabtu malam saya dan Mr. G ambil ke penjualnya, Minggu pagi saya bersihkan dulu, cuci bersih, sekalian cek kebocoran. Hasilnya semuanya aman, good. Btw, dulunya siempunya barang ini menggunakan untuk piara ikan chana, tapi mati katanya gak terurus jadi dijual saja, gak cari untung, daripada jadi barang tak terpakai di rumah.
Di rumah penjualnya juga pelihara ikan arwana dan beberapa ikan chana juga. Jika mereka sudah kenal budidaya sidat di rumah, saya pikir mereka akan kepincut dan gak akan jual aquariumnya dengan harga murah, malah gak akan mejualnya karena buat media budidaya.
Saat ini saya memang belum punya meja atau rak buat taruh aquarium ini. Sementara aquarium yang lebih kecil lebarnya akan saya taruh sebelah dengan aquarium eksisting, walau tempatnya gak proper, tapi coba saya taruh sana dulu.
Model penyimpannya adalah model T, seperti yang bisa dilihat didokumentasi. Gak bahaya ta? Ya bahaya sih, tapi mau bagaimana lagi, gak ada tempat. Ditakutkan kaca bisa stres karena tumpuannya kurang dan pada saatnya akan pecah.
Untuk sementara saya belum isikan air dulu di sana, sampai saya temukan cara yang lebih aman. Beginilah sulitnya mengakali dengan sumber daya yang terbatas. Tapi seru sih, memulai semuanya dari nol, intinya jangan menyerah dan terus melangkah.
Segitu saja sharing saya, saya mau lanjutkan beres² nya. Semoga catatan ini bisa jadi nostalgia dilain kesempatan dan saya nikmati prosesnya, biarlah sejarah ini dicatat dan disimpan di sini. -ngp
#onedayonepost
#pengalaman
#budidayasidat
#aquariumbekas
#facebookplace
Di daerah lain dan bahkan di negara lain, ikan sidat dipercaya memiliki khasiat dan manfaat gizi yang baik bagi tubuh manusia, dimana nilai gizinya jauh lebih baik daripada jenis ikan lainnya, termasuk ikan salmon sekalipun.
Di negara Jepang terkenal dengan olahan ikan sidat yang bernama unagi, kabayaki dan olahan ini terkenal dimana-mana.
Selain Jepang di negara Asia Tenggara, seperti Vietnam dan Thailand juga mengenal olahan dari ikan sidat ini, termasuk di Indonesia juga gak asing, terutama untuk masyarakat kelas atas.
Namun untuk masyarakat biasa, ikan sidat masih asing. Malah dari mereka masih menyamakan ikan sidat sama seperti belut, padahal ini dua hal berbeda.
Secara morfologi meski bentuknya serupa tetapi sidat dan belut itu berbeda. Jelas itu dan gak bisa didebat.
Mungkin, istilah 'belut' akhirnya bergeser, untuk menyebut hewan air menyerupai reptil ular, dengan bentuk memanjang, licin, berlendir, hitam dan senang bermain di liang² yang basah atau berair, itu diistilahkan 'belut'. Jadi apapun yang dimaknai seperti ini, orang² mayoritas akan menganggap nya sebagai 'belut'.
Bahkan di Maluku saja, dimana di sana ikan sidat hidup berdampingan dengan masyarakat, mereka menyebutnya sebagai 'belut morea', padahal jelas berbeda belut dan ikan sidat, tidaklah sama, ini yang perlu dipahami banyak orang dan perlu diberikan pemahaman yang benar.
Perbedaan secara morfologi antara ikan sidat dan belut ada pada sirip insang atau orang sering sebut bertelinga (untuk ikan sidat) dan mempunyai sirip dorsal memanjang hingga ke ekor, sedangkan belut tidak punya itu.
Ikan sidat bisa hidup di dua perairan, air darat saat dewasa dan air laut ketika akan kawin dan menetas dari telur hingga larva, hingga menuju glass ell, sidat² junior ini akan berenang kembali ke perairan darat untuk membesarkan diri dan hidup di sana (perairan darat).
Pemahaman dan pengetahuan ini harus dipahami banyak orang agar tidak lagi salah kaprah.
Mari kita bahas jenis sidat yang dianggap masyarakat Maluku sebagai hewan yang dikeramatkan.
Seperti yang disinggung sedikit di atas, ikan sidat bagi masyarakat di sana dianggap sebagai 'belut', mereka menyebutnya sebagai belut morea.
Ilustrasi, ikan sidat dewasa yang mungkin usianya sudah bertahun-tahun hidup berdampingan dengan masyarakat. Gambar diambil dari Google
Belut Raksasa atau Morea hidup di suatu tempat keramat bernama Kolam Waiselaka di Desa Waai, Kecamatan Tulehu, Kabupaten Maluku Tengah berbatasan dengan Kota Ambon.
Ukuran hewan keramat ini sangatlah besar, panjangnya bisa sampai satu meter, bahkan ada yang mencapai 2 - 2,5 meter, dengan bobot 10 kg hingga 30 kg.
Masyarakat setempat sering memanggilnya dan memberikan makan telur ayam mentah. Hewan air keramat ini terkenal jinak dan masyarakat yang ingin menyentuhnya bisa melakukannya dengan mudah.
Hewan ini menjadi keramat dikarenakan kisah² dongeng masa lalu. Dikisahkan pada zaman dulu penduduk dari gunung ingin pindah ke pinggiran pantai. Kebutuhan hidup di sana dinilai lebih baik, seperti makanan dan lain-lainnya. Lalu, dilemparlah tombak dari jauh yang diyakini berkekuatan gaib dan tertancaplah di tanah yang sekarang di pinggirannya kolam. Dari sana keluarlah air dan ikan-ikan serta Morea. Kondisi ini adalah pertanda ada mahluk hidup di sana dan bisa menjadi tempat tinggal. Tapi tentu, mahluk-mahluk di dalam airnya termasuk Morea dilarang untuk dibunuh.
Saat ini di lokasi tersebut dijadikan tempat wisata, dimana wisatawan yang datang bisa melihat 'belut morea' ini. Jam potensial untuk melihat hewan keramat ini adalah jam 16:00, dipercaya pada jam tersebut jam makan biologis si hewan yang dinamai belut morea.
Belut morea ini dipercaya bisa hidup di dua air, yaitu air tawar sungai dan air laut, ketika akan kawin dan memijah morea ini akan menuju laut, kemudian larva telurnya akan pergi kembali ke perairan darat untuk berkembang menjadi dewasa.
Siapakah belut morea ini?
Jadi hewan yang dianggap keramat ini sebenarnya adalah ikan sidat. Dari mana tahunya? Jelas dari siklus hidupnya, sangat sesuai dengan siklus hidup ikan sidat serta ciri fisik dari sidat itu sendiri.
Karena jenis belut apapun tidak bisa hidup di dua perairan air tawar sungai dan air laut. Sedangkan ikan yang bisa melakukan ini hanya salmon dan sidat. Jika salmon gak mungkin, karena morfologinya berbeda, salmon lebih mirip dengan ikan pada umumnya. Sedangkan sidat bentuknya menyerupai dengan belut, tapi bukan belut.
Itu wajar jika masyarakat yang gak paham menyebutnya sebagai belut, karena hewan² seperti itu dipanggil dengan istilah belut, padahal bukan termasuk keluarga belut.
Lalu jenis sidat apa yang ada di sana?
Kita tahu bahwa terdapat 18 jenis spesies sidat di dunia. Terdapat 7 jenis di Indonesia. Namun yang populer adalah Anquila Marmorata dan Anquila Bicolor.
Lokasi hidup Anquila Bicolor umum di Kepulauan Mentawai: Sungai Muko-muko; Bengkulu : Sungai Ketau; Sungai Cimandiri, Pelabuhan Ratu, Banten ; Perairan Donggala, Sulawesi.
Lokasi hidup Anquila Marmorata di Teluk Tomini Poso, Sulawesi Utara (Sungai Poigar, Amurang, Inobonto); Kalimantan Timur (Sungai Sangata).
Melihat lokasi hidup jenis sidat yang populer di Indonesia, jenis Anquila Marmorata ini hidup di perairan sekitar utara Indonesia. Wilayah Maluku dekat dengan Sulawesi Utara, jadi kemungkinan ikan sidat yang dianggap sebagai belut morea itu adalah ikan sidat jenis ini.
Melihat dari morfologi tubuh belut morea ini pun cocok dengan fisik dari Anquila Marmorata.
Bagi pembudidaya sidat, Anquila Marmorata dikenal sebagai sidat batik, karena pada kulit sidat ini ada seperti loreng batik. Sering juga disebut sidat kembang, moa raksasa.
Tubuh sidat jenis ini di alam liar bisa mencapai ukuran yang sangat besar, seperti yang sudah dibahas di atas tadi. Sidat betina mempunyai variasi panjang 2 meter, dan sidat jantan mempunyai variasi panjang 1,5 meter.
Nah jadi sudah jelaskan, belut morea adalah ikan sidat, bukan belut, sekali lagi bukan belut. Jenis sidatnya adalah A. Marmorata.
Kondisi ini sangatlah positif sebenarnya untuk prospek budidaya sidat. Karena indukan sidat dewasa yang memang sudah besar di alam tidaklah diambil untuk dikonsumsi.
Sehingga peluang mereka untuk memijah ke palung laut, dan menghasilkan larva² sidat yang jumlahnya ribuan akan potensial dan menghasilkan siklus hidup sidat² baru.
Nah para pembudidaya sidat hendaknya memproses budidayanya di rumah atau di lahan budidaya adalah dari larva sidat atau GE, bukan yang sudah berukuran besar.
Pembudidaya instan macam begini saya katakan sebagai pembudidaya tolol!
Karena apa, daging sidat konsumsi untuk pasar restoran atau layak konsumsi adalah sidat² hasil pembudidayaan sejak GE ke usia 2 tahun maksimal, selepas itu ikan sidat tidak enak untuk dikonsumsi.
Para pembudiaya pun pada akhir wajib melepasliarkan sidat² yang telah melewati masa layak konsumsi itu kembali ke alam, bukan memaksakannya untuk dijual dan dikonsumsi, karena memang dagingnya sudah tidak enak.
Tekstur dagingnya menjadi alot, tidak lumer ketika disantap, kemudian kulitnya tebal dan keras, intinya sangat tidak layak untuk dikonsumsi.
Jadi sebenarnya siklus hidup sidat akan tetap terjaga baik jika pembudidaya cerdas saling bersinergi mendukung kembali ekosistem. Karena sidat² yang sudah lepas masa pembudiayan layak konsumsi hendaklah bisa dilepasliarkan sebagai bentuk CSR mereka kepada lingkungan.
Masalahnya, budaya dan kelakuan manusia di Indonesia ini berbeda. Orang Ambon, Maluku di sana punya kisah² keramat yang ini positif untuk kelangsungan hidup sidat. Tapi tidak di Jawa atau daerah lain, dimana manusia² perusak banyak tersebar.
Coba ya, ini di Jawa, orang² tolol liat ikan atau 'belut' macam ini langsung dijarah, dipancing dan dibawa pulang dengan kebanggaan, "dapat ikan tangkapan besar". Kelakuan ini bukan 1-2 orang, tapi mayoritas orang² nya begitu.
Jadi sangat wajar di daerah lain ikan sidat ini gak bisa hidup berdampingan dengan masyarakatnya ditambah ekosistem sungai dan muara di daerah lain di Indonesia sudah tidak layak, karena kotor dengan limbah² berbahayanya.
Kembali lagi, bagi pembudidaya walaupun mengambil benih dari alam, tetapi mereka pun juga harus mengingat dan jadi agen penyeimbang ekosistem, dan tidak jadi pembudidaya serakah.
Satu hal yang lagi dan terus dikampanyekan, bahwa hentikan mengambil sidat ukuran besar dari alam untuk alasan budidaya atau hanya kesenangan semata (memancing). Jika dipelihara okelah, tapi tidak untuk diperjual belikan.
Jika mau dipelihara untuk hiasan di rumah, belilah sidat hasil budidaya yang usianya lebih dari dua tahun, tapi bukan yang dari alam. Dan apabila nanti sudah tidak mau pelihara lepas liarkan kembali ke muara, supaya bisa memijah dan bertelur menghasilkan sidat² junior yang baru.
Jangan pernah ambil sidat alam berukuran besar, atau sidat ukuran elver, fingerling dan dewasa dari alam untuk budidaya atau diperjualbelikan ke pasar konsumsi!
Jadilah pembudidaya yang cerdas, memahami apa yang mau dipelihara dan jangan jadi pembudidaya yang serakah.
Yang suka mancing, kalau dapat ikan seperti ini, jangan dibawa pulang, lepas liarkan kembali, gunakan sistem catch and release, supaya mereka bisa bersiklus dengan normal.
Segitu saja sharing dan bahasan soal sidat keramat di Maluku, semoga bisa memberikan pencerahan buat kita semua. -ngp
#onedonepost
#budidayasidat
#teori
#umum
#anguilamarmorata
#sidatmorea
#morea
#bukanbelu
#sidatbukanbelut
Sejak punya peliharaan banyak di rumah saat ini kalau mau aktivitas meninggalkan rumah jadi mikir², soalnya banyak yang terbengkalai.
Salah¹ nya ya peliharaan dalam air yang saya punya saat ini. Pas pulang lihat kondisi aquarium butek sekali. Untung saja oksigen dalam air masih tercukupi, gak sampai penghuninya "ngobra".
Ini kondisinya setelah ditinggal beberapa hari, langsung butek. Gak bahaya ta?
Melihat kondisi seperti ini, gak bisa diabaikan dan mau gak mau harus kuras sesegera mungkin, jadi walau kondisi lelah harus segera eksekusi.
Meski setelah dibersihkan gak bisa bersih betul seperti semula ketika belum ada penghuninya. Tapi setidaknya itu lebih baik. Kasian juga penghuninya.
Sebelum saya bersihkan, suhu air itu masih ada angka 26°C, maklum karena belakangan suhu ambient itu rendah, ditambah di rumah kelembabannya lumayan tinggi.
Setelah saya bersihkan hasilnya seperti yang bisa kalian lihat, gak bersih² banget. Saya ganti air lebih banyak dari biasa, hampir sisa 30% dan mengganti air baru 70%.
Habis penggantian air suhu air sempet naik ke angka 29,3°C dan itu baik sebenarnya, sebelum akhirnya kembali turun ke angka 26°C lagi keesokan pagi saat makan jam 04:00.
Solusi heater air sudah harus dieksekusi dalam waktu dekat ini, mengingat nafsu makan ikan sangat berpengaruh dalam hal ini.
Untuk konsisi pH air sih masih aman terjaga diangka 8-9 menggunakan ph kertas lakmus. Jadi perkiraan diangka tersebut.
Segitu saja cerita saya kali ini, berbagi pengalaman dalam pemeliharaan ikan sidat di rumah tangga.
Cerita selanjut ditunggu saja diblog ini, apa saja aktivitas dari apa yang jadi hobi saya saat ini. Sharing ini perlu untuk pemula yang mau coba pelihara ikan sidat budidaya. Ingat ya, bukan sidat alam yang diambil dari ukuran besar, tapi sidat dari alam yang diambil saat ukuran GE.
Jangan pelihara sidat yang diambil dari alam yang berukuran diluar GE karena itu bukan pilihan tepat, hanya orang goblok yang melakukan itu. Jika mau budidaya sidat ambilah benih saat masih GE. Jika sudah lewat masa GE, biarkan sidat alam besar di alam, dan jangan dipancing atau ditangkap. Yang nangkap itu goblok!
Soalnya itu akan mengurangi pasokan ikan sidat GE yang baru di alam. Dan bagi pembudidaya yang sudah sukses membesarkan sidat budidaya, hendaklah melepaskan beberapa ekor sidat besar kembali ke alam, supaya mereka bisa memijah di palung laut dan generasi GE baru lahir kembali ke alam.
Jika anda pembudidaya sidat alam, yang diambil pada ukuran sudah besar, anda termasuk orang goblok yang merusak siklus hidup sidat dan keberlangsungannya untuk ekosistem.
Karena daging sidat alam itu tidak layak untuk konsumsi sebagai unagi atau sejenisnya, karena rasanya tidaklah enak. Paham? Kalau gak paham, belajar, biar gak goblok. Ok!
Salam konfrontasi untuk mereka yang nangkap sidat ukuran elver ke atas dari alam untuk dijadikan budidaya dan dijual sebagai bahan makanan. -ngp
#onedayonepost
#pengalaman
#opini
#budidayasidat
Sejak mulai mencoba memelihara sidat di rumah dengan media aquarium saya jadi harus rajin memantau parameter² untuk syarat ideal sidat dipelihara dengan baik, salah¹ nya ya memantau kadar pH air.
Berdasarkan literatur dan pengalaman pembudidaya sidat, pH air itu harus dijaga dikisaran 8-9. Karena ikan sidat sebenarnya senang dikadar pH netral sebenarnya.
Katanya, pH ini berpengaruh pada nafsu makan si sidat itu sendiri, selain juga dipengaruhi faktor lain yaitu suhu air.
Saat ini pengecekan pH air yang saya lakukan masih manual, menggunakan kertas pH lakmus. Pengecekan pH bener² mengandalkan manual mata, mencocokan warna kertas lakmus yang sudah kena sampel air, dicocokan dengan warna standar pH.
Perlu diketahui ada 1-14 standar warna pH, dimulai dari asam - netral - basa. Masing² punya tingkatannya masing², kalian bisa lihat berdasarkan tabel pH manual ini.
Kertas pH lakmus yang saya punya ini model kertas sobek ala tiket gitu, tinggal sobek dan masukan ke dalam air sampel yang mau diuji.
Secara hasil sih ya masih sesuai sih, saya coba ke berbagai cairan random dan memang menunjukan kondisi sebenarnya sih. Ketika saya celupkan ke air mineral, jelas dia netral, warnanya yang dicocokan ke tabel pH ya juga sesuai.
Sebenarnya yang paling praktis menggunakan instrumen tools digital, dimana cukup mencelupkan sensor atau probe ke dalam cairan sampel, maka hasilnya akan keluar langsung dalam bentuk angka yang tidak perlu mengira-ngira, orang buta warna bisa membacanya, asal gak buta huruf saja.
Ini dia kertas lakmus yang saya miliki, sejak beli ya masih banyak stok kertas pH nya.
Merupakan produk dari China sepertinya. Dijual dengan harga sangat murah. Entah kalau dibuat di Indonesia pasti harganya mahal sekali.
Segitu saja sharing saya, ya buat nambah² post di sini dalam rangka berusaha jadi pemelihara sidat di rumah. -ngp
#onedayonepost
#kertasph
#budidayasidat
#produk
#teori
Selain feeding dipagi dan malam hari, yang gak luput harus dilakukan adalah cleaning aquarium, bersih² aquarium tujuannya supaya kualitas air untuk media hidup sidat terjaga.
Selain pakan, soal menjaga kualitas air itu penting, karena dari air yang baik itu bisa meminimalisir penyakit dan menjaga nafsu makan si ikan juga.
Ketika penggantian air ini juga pengaruhnya ke suhu dan pH air. Kebetulan beberapa hari ini suhu ambient lagi drop, jadi ketika mau nguras saya lihat sikon kali ini. Supaya suhunya gak drop, masa kemarin suhu ditermometer itu sampai angka 26°C, saking terpengaruh suhu sekitar.
Suhu ditoren penampung air bisa dibawah itu, karena satu toren disimpan di luar, kemudian sumber air dari mata air menambah semakin drop suhu air.
Alhasil saya sempet menunda cleaning, barulah malam ini saya lakukan cleaning karena sudah gak bisa ditunda, sudah kotor sekali. Dasar aquarium sudah banyak endapan kotoran sisa pakan dan kotoran sidat itu sendiri.
Kalau suhu normal, air bisa menjadi panas ketika siang hari, panas terik ikut naik juga suhu airnya ketika proses penggantian air, bisa sampai 30°C.
Saya mencoba menjaga suhu air dikisaran 28°C - 30°C, ya diantara itu lah.
Memilih waktu cleaning juga jadi trik sendiri. Meski belum pernah sih nampak efek secara langsung jika tak melakukan diluar kebiasaan itu. Saya menjaga apa yang biasa dilakukan di Olivia Farm. Kebiasaan yang biasa dilakukan di sana.
Apa saja yang saya lakukan ketika proses cleaning?
Pertama ya saya mulai menggosok dan membersihkan dinding kaca, baik kaca tegak maupun kaca dasar aquarium untuk mengangkat kotoran yang mengendap di sana.
Kedua, setelah kotoran terangkat, saya coba kumpulkan di sudut aquarium walau gak mudah karena seringnya kotoran terangkat, mengambang, hal ini mempersulit membersihkan semua kotoran.
Ketiga adalah proses penyedotan air sekaligus kotoran yang tadi sudah dikumpulkan, saya gunakan vacuum pump yang pernah saya beli sebelumnya. Air dibuang itu maksimal 50%-60%.
Keempat adalah pengisian air baru ke aquarium. Saya menggunakan air mata air yang ditampung ke toren air, ini air baku yang saya gunakan untuk keperluan dapur juga, masak memasak hingga mandi. Saat ini saya belum punya penampung air sendiri khusus air supplay ke aquarium.
Kelima adalah penggantian filter busa yang telah kotor dengan yang masih bersih, sehingga proses penyerapan dan penyaringan kotoran lebih optimal.
Terakhir ya pengecekan suhu air dan pH untuk catatan pribadi saya.
Sejak awal, periodik untuk cleaning 2 hari sekali, tapi melihat sikon juga. Satu hal, jangan menunda membersihkan, karena bisa fatal kalau menunda, takutnya nanti air kotor sumber penyakit dan mengganggu kehidupan si ikan.
Kalau dilihat dua minggu ini, kesulitan yang saya hadapi ketika cleaning antara lain:
- tidak bisa maksimal dalam membersihkan kotoran;
- kotoran di rumah persembunyian si ikan tidak bisa bersih maksimal;
- water pump utama bagian saringan penyedotnya sering luput dari pembersihan;
- kesulitan menjangkau sudut² aquarium karena terhalang media filter yang ada di atas aquarium;
- kemudian ketakutan saja sidatnya ikut tersedot, padahal sih ada pengaman saringannya, tapi saya memperlakukannya seperti mengurus bayi, jadi terlalu takut. Soalnya sidat ini justru penasaran dengan benda yang masuk, cenderung mendekati ke benda asing yang masuk ke air.
Sejauh ini kesulitan yang saya hadapi diminggu awal pemeliharaan ya seperti yang tersebut di atas.
Segitu saja deh sharing saya ketika proses cleaning media budidaya sidat saya, walau sementara baru satu aquarium, saya berharap kedepannya bisa berkembang, dimulai dari satu ini untuk membiasakan saya mengurus tambahannya diwaktu yang akan datang.
Kondisi setelah pengurasan maksimal seperti ini. Media filternya kurang maksimal menyaring kotoran sehingga ya maksimal 2 hari sekali harus pembersihan.
Sampai jumpa dipostingan saya membahas soal hobi baru saya ini, memelihara sidat di aquarium ala rumah tangga Indonesia, sekalian menunjukan bahwa memelihara sidat di rumah itu bisa lho, sebagai sumber pakan untuk lauk keluarga yang punya gizi terbaik. -ngp
#onedayonepost
#budidayasidat
#cleaningrutin
#pengalaman
Sudah dua hari ini suhu ambient relatif dingin, karena dua hari lalu diguyur hujan yang relatif lama dan merata, sehingga membuat hawanya menjadi sejuk.
Kondisi ini akhirnya mempengaruhi suhu air yang ada di aquarium, yang padahal ada di dalam sebuah wadah kaca, tapi ternyata ikut terpengaruh lho.
Berdasarkan data yang saya catat tiap harinya, suhunya biasa ada dikisaran 29°C rata² tapi kini berubah dikisaran 27,5°C sampai dengan 28°C. Bahkan sempet menyentuh 26,5°C.
Nah yang repot ini karena saya kan menggunakan air dari sumber mata air yang dipipanisasi, alhasil ketika air dari sumber itu kan dari dataran lebih tinggi, misalkan di sana hujan dan suhu udara di sana dingin, maka air yang dibawa jadi ikut dingin, ditambah suhu ambient lingkungan juga dingin.
Pas penggantian air dengan air baru, karena air langsung dari sumber maka air yang masuk aquarium jadi ikutan dingin, suhunya pasti drop, 0,5°C sampai 1°C. Ya memang gak ekstrim, tapi jika membaca literatur suhu ideal pemeliharaan sidat itu ada dikisaran 28,5°C sampai dengan 30°C.
Saya juga sempet baca di literatur lain, suhu pemeliharaan sidat dibeberapa segment pertumbuhannya sbb.:
#1 Pada tingkat Glass Eel (GE) : 28°C - 31°C
#2 Pada tingkat Elver : 29°C - 32°C
#3 Pada tingkat Fingerling dan pembesaran : 28°C - 32°C
Nah tinggal kalian lihat dan kondisikan dirange ya, berarti kan tidak dibawah atau di atas suhu yang jadi acuan.
Perhatikan yang bercetak tebal ya, jika kalian mau memelihara sidat, itu suhu ideal yang perlu dijaga.
Saya sempet jadi bingung ya mau melakukan penggantian air dengan kondisi ini, sekarang saja saat saya membuat post ini, suhu air ada di 26,5°C. Bagaimana kalau saya ganti air, bisa makin turun lagi deh.
Kalau kata Olivia Farm, yang jadi mentor saya dalam merintis budidaya sidat ini, suhu air itu mempengaruhi nafsu makan si ikan.
Ketika proses feeding saya selalu amati sih, sejauh ini ketika suhu air tidak stabil cenderung rendah begini, nafsu makannya masih stabil. Memang tidak selalu pakan habis ketika feeding, tercatat baru 3x saja pakan itu habis, itu pun tidak ludes bersih, tapi lebih habis dari biasanya. Namun melihat fisik mereka yang setelah feeding perutnya pada gendut², artinya nafsu makan mereka masih relatif baik.
Sepertinya suhu yang ada saat ini adalah suhu maksimal terendah, usahakan sih jangan sampai rendah lagi. Mungkin juga karena kualitas air sumber yang relatif baik, itu menjaga nafsu makannya.
Untuk urusan pH masih ada dikisaran 9, tidak begitu akurat memang karena saya menggunakan pH kertas lakmus, jadi berdasarkan perkiraan mata saja.
Jenis sidat yang saya pelihara saat ini jenisnya adalah Aquila bicolor bicolor. Merupakan jenis sidat yang umum di Indonesia.
Di literatur lain, untuk urusan pH yang ideal itu di 7-8 dan kandungan oksigen dalam air di 5 ppm. Butuh alat DO Meter untuk mengukur ini, sudah punya? Kalau saya belum, masih menggunakan instink saja lah dulu.
Kembali lagi, kalau kalian cari di Google pasti bingung karena range nya berbeda-beda ditiap pembudidaya. Karena apa?
Karena hampir tiap pembudidaya dan mitra binaannya punya cara dan triknya masing², ada yang mengejar bobot saja dan kebertahanan si ikan, minim mortalitas. Ada yang ngejar kualitas daging yang terbaik.
Kebanyakan dari pembudidaya tidak kejar kualitas daging, asal sidat hidup dan berat masuk spek jual, untuk urusan daging gak terlalu dipikirkan. Soalnya kualitas daging itu dipengaruhi proses pemeliharaan dan pakan, menjaga media peliharanya dalam kondisi yang terkondisi maka kualitas daging yang diharapkan bisa tercapai.
Satu hal lagi, pelihara ikan ini ibarat kita memelihara hewan peliharaan, pelihara dengan hati, demi mendapatkan kualitas daging terbaik, bukan memperlakukannya seperti ikan budidaya pada umumnya.
Berusaha seperti melalukan hobi, inilah objeknya. Butuh konsistensi memang dan memelihara dengan hati, layaknya memelihara hewan peliharaan pada umumnya.
Segitu aja deh sharing saya soal pengalaman saya mengenai suhu aquarium peliharaan sidat generasi pertama saya dipelihara. -ngp
#onedayonepost
#pengalaman
#budidayasidat
#suhuideal
Kalau tidak salah ya sudah jalan mau 2 minggu ini saya pelihara peliharaan baru (ikan sidat). Meski ada perbedaan sejak datang hingga saat ini, 10 ekor ikan yang saya pelihara ada pertumbuhannya, mereka tumbuh dengan baik.
Namun ya itu, sejak awal datang, saat feeding, selalu pakan tidak habis ludes. Saya hitung sekali saja pakan habis ludes, habis itu sampai saat ini saya buat post ini selalu saja nyisa.
Ini salah satu ikan yang agak besar dari kelompoknya, masih mencoba menikmati pakannya. Secara nafsu makan ada, tapi gak merata disemua ikan.
Time feedingnya ini bervariasi, tapi biasanya diatas 1 jam, range 1-2 jam time of feedingnya, tapi ya tadi masih selalu menyisakan pakannya.
Pakannya diadon atau diuleni jadi pasta, dimana adonannya ini terdiri dari tepung ikan, additional dan tepung kanji sebagai perekatnya supaya jadi pasta itu. Plus tambahan sebagai toping diberikan cacing darah di atasnya.
Namun belakangan, 1-3 hari ini saya amati nampaknya mereka lebih suka ke topingnya saja. Memang sih habis makan, saya amati perut ikan² ini gemuk² seperti kekenyangan, ada yang sampai nyangkut itu badannya pas lagi nyelap-nyelip di sela thermometer.
Gak mudah sih emang, tapi sebagai pemelihara kita harus sering mengamati dan belajar memahami bagaimana ikan ini maunya, nafsu makannya seperti apa, apa ada yang salah. Apakah terpengaruh dengan suhu air kah, pH air yang gak mendukung kah?
Perkembangan ikan peliharaan saya pada batch I ini bisa dilihat diQR code di bawah ini.
Saya sampai berpikir apakah dalam pengadonan atau menguleni adonan kurang kalis atau bagaimana ya. Sebagai pemula emang harus sering mencoba dan belajar memahami, itu pasti.
Ke depan saya akan coba selang-seling, dimana feeding pagi saya berikan tanpa toping, nanti pas feeding malam saya berikan dengan toping.
Kemudian saya sepertinya harus punya takaran tertentu supaya jelas, berapa gram sih pakan yang optimal dihabiskan, berapa gram pakan yang kelebihan, supaya gak banyak pakan terbuang percuma.
Saya mencoba mencatatnya diblog ini sebagai histori, proses yang saya jalani ketika awal. Karena gak mudah memang ketika memulai. Saya memulai ditahap kedua, belum ditahap awal dimana di sana bagian paling sulit.
Tahap awal gimana?
Tahap awal itu maksudnya memelihara sejak GE, kalau saya emang pemula, tapi memulainya untuk pertama saya dimulai dari elver, coba memulainya dari GE, itu yang sulit.
Tapi jika tahap awal memelihara dari GE berhasil, maka kedepannya pasti lebih bisa lah ya.
Ini juga sekalian sebagai gambaran bahwa rumah tangga² keluarga² di Indonesia bisa lho memelihara ikan ini sebagai sumber makanan bergizi, untuk mencegah stunting. Para ayah, bisa memelihara ini, daripada memelihara ikan² yang gak bisa dikonsumsi, hanya buat hobi dirinya sendiri. Boleh sih, tapi ada baiknya memelihara sesuatu buat asipan gizi terbaik keluarga, terutama untuk anak.
Segitu saja deh sharingnya, nanti saya lanjutkan pada cerita lainnya dalam proses saya memelihara ikan sidat ini. -ngp
#onedayonepost
#budidayasidat
#sidataquarium
#sidatuntukrumahtangga
#sidatelver
#sidatpandaan
#pengalaman
Olivia Farm sebuah usaha kecil yang bergerak dibudidaya ikan sidat skala rumah. Berdiri kurang lebih tiga tahun lalu, dan semua dimulai dari otodidak, tidak ada mentor yang membimbing ketika memulainya, semua belajar dari insting dan belajar dari banyak hal.
Olivia Farm dijalankan oleh pasangan suami istri yang kompak, dimana urusan opersional dari teknis hingga pakan mereka kolaborasikan berdua. Mereka adalah Stafanus Topan Wijaya dan Bintang.
Olivia Farm saat ini berlokasi di Desa Manjung, Kecamatan Barat, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Kontak person yang bisa dihubungi terkait informasi seputar sidat ala Olivia Farm bisa menghubungi +6281288850129 (Olivia Farm).
Terkait link sosial media mereka di Instagram bisa dilihat di sini. Akun sosial media mereka ini baru rilis di Juni 2024 ini, tapi mereka sudah eksis di Facebook, bisa klik di sini.
Mereka memulai berkenalan dengan sidat dari rumah, dari fasilitas aquarium eks peliharaan arwana, beberapa aquarium di rumah yang tadinya dimanfaatkan untuk ikan predator dirubah menjadi tempat pembesaran bibit sidat.
Alasannya sederhana, daripada pelihara ikan predator, ikan mahal, hanya bisa dinikmati mata tapi kurang ada nilai jualnya, akhirnya dipilihlah ikan sidat karena manfaatnya dan nilai jualnya yang baik ketika berhasil dipelihara dengan cara yang benar.
Seperti yang disampaikan tadi, Olivia Farm ini memulai budidaya ikam sidat dari aquarium, lalu kemudian setelah mulai berkembang ke fingerling, mereka mempersiapkan kolam² beton di belakang rumah. Saat ini ada terdapat empat kolam yang cukup untuk menampung 1000 - 2000 ekor sidat.
Satu hal yang bisa jadi inspirasi, apa yang mereka lakukan, bisa juga kita mulai dari rumah. Satu hal lagi, dalam waktu tersebut, hasil belajar otodidak dan learn by doing, akhirnya mereka bisa merasakan hasil dari budidaya ini.
Oh ya, ada lagi yang menarik. Dimana, pemain sidat di Indonesia ini relatif banyak, hanya saja, dari kesemua yang ada punya caranya masing² untuk menghasilkan sidat konsumsi.
Olivia Farm punya sesuatu yang beda daripada pelaku budidaya sidat yang sudah eksis, dimana daging ikan sidat hasil budidaya di Olivia Farm punya kualitas terbaik dan inilah yang mengangkat harga jual di pasar, dimana di luar sana ikan sidat per kg dijual di kisaran paling rendah Rp 80.000,- sampai Rp 150.000,-. Hal ini sangat bergantung pada kualitas daging ikan sidat itu sendiri.
Kualitas daging ikan sidat ini tergantung dari rasa daging yang tidak bau tanah, tidak amis, dagingnya pun kenyal empuk bukan kenyal alot. Setidaknya itulah yang dicari oleh pasar, terutama pasar ekspor.
Sekedar informasi, untuk pasar lokal Indonesia sendiri, pasokan untuk pasar sidat masih kurang. Saat ini justru pasokan sidat yang ada didapat dari luar negeri. Itu informasi yang saya peroleh ketika mau ikut terjun dalam usaha budidaya ikan sidat ini.
Untuk sementara hanya itu yang bisa saya bagikan pada post kali ini, mengenai profil Olivia Farm. Jika ingin lebih mengenal tentang Olivia Farm bisa kontak nomor yang tertera dipostingan ini. -THN
#onedayonepost
#sidat
#sidatbyoliviafarm
#sidatmagetan
#sidatmadiun
#budidayasidat
Sejak kedatangan peliharaan baru, saya jadi punya rutinitas baru yang wajib dilakukan, salah¹ nya adalah feeding atau pemberian pakan.
Berdasarkan juklak dari Olivia Farm, rutinitas yang dilakukan selama ini adalah pemberian pakan pada jam 04:00 dan 19:00, dan jikapun meleset, 1-2x tapi harus segera kembali ke track nya, karena di sanalah salah¹ faktor kunci.
Semalam saya lakukan feeding yang pertama kali sejak si 10 ekor peliharaan saya datang. Apa saja yang saya persiapkan?
Jadi memang saat ini saya masih menggunakan pakan racikan yang sudah teracik dari Olivia Farm, dimana pakannya ini sederhana, tidak terlalu sulit, dimana ada tiga komponen, yaitu tepung ikan berkualitas, tepung additional nutrisi dan tepung perekat yang terbuat dari singkong. Semuanya dicampur dengan takaran standar takaran besar, untuk feeding di kolam² Olivia Farm.
Untuk 10 ekor sidat ukuran elver ini, saya menggunakan takaran 1/2 - 1 sendok makan, air ini masih nakar², karena adonan sedikit jadi secukupnya. Untuk toping, cacing darahnya cukup 1/2 capsul.
Patokan pakannya adalah adonan harus seperti pasta, nah pada percobaan pertama dan kedua, sejauh ini sih berhasil nampak seperti pasta. Hanya saja ini belum diuji oleh mentor saya di Olivia Farm.
Ini hasil pasta yang saya buat, ini adonan pertama yang saya buat, di atasnya diberikan toping cacing darah.
Oh ya selama pemberian pakan usahakan dalam kondisi gelap, karena seperti pada post sebelumnya saya pernah sampaikan bahwa SiDat merupakan hewan norkturnal, gelap itu lebih membuat mereka aktif.
Apa yang saya lihat pada proses ini yang bisa jadi evaluasi?
#1 SiDat ini masih baru pindah rumah, nah mereka masih belum paham posisi dan lokasi pakannya dimana, jadi dari 10 ekor ini, hanya 4-5 ekor saja yang ngeh, jadi belum segerombol seperti di Olivia Farm.
#2 Tempat feedingnya perlu diganti kop² yang buat nempel ke kacanya, karena melorot terus.
#3 Perlu dipasang termometer untuk melihat suhu air, untuk membaca atau menjaga suhu air ini berhubungan dengan nafsu makan ikan.
#4 Sisa kotoran dari pakan dan sekresi ikan ini perlu dipikirkan cara efektif untuk membersihkannya, karena baru 2x makan saja sudah nampak mulai keruh airnya.
#5 Mulai dikondisikan frekuensi untuk pencucian filter air, untuk menjaga kualitas air. Termasuk soal cleaning dan penggantian air.
Sejauh ini sampai saya mempublish post ini, kondisi SiDat masih baik, masih nampak segar, mungkin tidak 100%, kalau penilaian saya dikisaran 90% - 80% lah
Segitu saja post soal testimoni, pengalaman pertama melakukan feeding SiDat di aquarium. Selanjutnya saya akan mencoba konsisten posting soal proses² yang saya lakukan.
Karena saya dilahirkan untuk merintis, bukan menjadi pewaris, jadi harus memulai semuanya dari nol, belajar dan terus mencoba. Sampai jumpa dipostingan berikutnya. -ngp
#onedayonepost
#sidatbyoliviafarm
#sidat
#sidatpandaan
#budidayasidat
Seperti yang sudah dibahas dibeberapa postingan saya sebelumnya, beberapa hari lalu akhirnya saya merealisasikan untuk memulai merintis usaha. Karena kesadaran diri, gak bisa kita bergantung pada satu 'kaki', perlu ada kaki lain untuk membantu melangkah. Ya inilah yang tengah saya lakukan.
Pada post kali ini saya akan menuliskan testimoni first impression saya ketika awal memelihara ikan sidat, ikan yang katanya agak tricky dalam pemeliharaannya, karena tidak semua orang bisa melakukannya dan berhasil.
Saya berani mencoba karena didukung pengalaman dari Olivia Farm, meski mereka pun baru beberapa tahun memulai, namun mereka bisa jadi panutan, bahwa kita yang awam jika mau belajar otodidak dan terus mencoba pasti bisa.
Keyakinan saya adalah karena Olivia Farm ini punya sesuatu yang membuat daging ikan sidat yang dihasilkan ini punya kualitas terbaik, sehingga bisa kalau melakukan ATM (amati, tiru dan modifikasi).
Beberapa ekor elver saya bawa dari Olivia Farm, tepatnya 10 ekor elver dengan variasi gramasi, ada yang sudah murni elver dan ada yang baru lepas dari fase GE, jadi tubuhnya masih mungil.
Saat penanganan pasca perjalanan dan pindah kolam, Olivia Farm memberikan arahan agar diberikan waktu untuk penyesuaian air terlebih dahulu, supaya tidak kaget.
Media pengiriman menggunakan plastik bening double diisikan oksigen medis, yang biasa kita gunakan saat jaman covid19 dulu itu. Setelah tiba di rumah, saya ikuti instruksi tadi, saya masukan air yang akan digunakan di aquarium ke dalam plastik wadah tadi, separuh dari banyaknya air yang ada di plastik, lalu setelah itu diamkan dulu selama beberapa jam, waktu itu saya diamkan sekitar 3,5 jam.
Setelah dimasukan ke dalam aquarium mereka nampaknya baik² saja dan bisa menyesuaikan diri, berenang ke sana kemari.
Sejak saat itulah saya sudah punya tanggung jawab untuk pemberian pakan sehari 2x, yakni jam 4 pagi dan jam 7 malam.
Di sini saya juga diminta untuk konsisten dan merawat dengan hati, dari pembersihan aquarium, penggantian air supaya kehidupan si ikan ini pada kondisi yang optimal, sehingga pada waktunya nanti bisa dapat hasil panen yang dibarapkan.
Sekali lagi ini cara saya mengawali, bagaimana saya mencoba usaha baru yang dimulai dari hobi. Saya selalu ingat pernyataan, "berusahalah dari sesuatu yang kamu sukai (hobi), karena itu akan lebih tahan lama daripada melakukan usaha dari yang tidak kamu suka."
Segitu saja sharing first impression saya, update dan perkembangan soal pemeliharaan sidat bisa dibaca dipostingan blog saya, masih di channel ini, Naturality Green Plant. -ngp
#onedayonepost
#budidayasidat
#pengalaman
#sidataquarium
#sidatdirumah
Akhirnya saya memutuskan untuk segera memulai, melangkah, tidak lagi sekedar wacana. Per hari ini, saya memulainya, mencoba belajar dan memahami, supaya bisa ikut melangkah.
Jadi di akhir pekan mengawali bulan Juni, saya jauh² bertandang ke Olivia Farm untuk memulai ini, dan pagi ini bibit elver pertama saya tempatkan di aquarium pembesaran.
Hmm, bahas opo seh ini?
Jadi begini, saya akan mencoba belajar berwirausaha dengan budidaya atau pembesaran ikan sidat. Apa itu ikan sidat? Saya gak bahas itu dipost ini ya.
Wacana soal ini sebenarnya sudah ada sejak tahun 2022 awal, tapi belum bisa terealisasi, baru ini bisa terealisasi. Ini ujian awal saya, ketika saya bisa berlatih diawal ini praktek langsung, harapannya kedepannya bisa.
Jadi sepulang saya dari Olivia Farm, saya datang membawa 10 ekor fingerling ikan sidat. Elver itu adalah sebutan salah satu proses tumbuh kembang ikan sidat ini. Elver itu termasuk bibit sidat selepas masa sulit GE (glass eel).
Nah jadi 10 ekor elver sidat ini akan jadi praktek awal saya, untuk pengujian saya ke tahap berikutnya, apakah saya mampu atau tidak. Karena satu hal, memelihara atau membesarkan ikan sidat ini tricky, gak mudah, gak semua orang bisa. Banyak pemain² sidat yang gagal dengan mencoba berbagai cara. Tapi saya percaya diri, karena saya mendapatkan support ilmu dari Olivia Farm, dimana Olivia Farm juga pemain baru yang ketika saya memulai ini baru berusia 3 tahun namun sudah menghasilkan sidat kualitas premium untuk pasar ekspor, dengan kualitas daging konsumsinya terbaik.
Oke kembali ke awal lagi soal ini.
Jadi bibit elver sidat yang saya bawa ini dikemas dalam plastik beroksigen. Sampai di rumah, saya tidak langsung memasukannya ke dalam aquarium. Tapi saya kondisikan dulu supaya si sidat ini mengenal karakteristik air di tempat saya tinggal.
Jadi air aquarium saya ambil dan saya masukan ke dalam plastik tadi, saya diamkan bercampur selama beberapa jam, sebagai usaha adaptasi supaya si sidat ini tidak kaget dan bisa adaptasi lebih cepat ketika di tempatkan di aquarium.
Setelah saya masukan ke aquarium, saya mulai mengamati gerakannya, apakah sekiranya sidat ini bisa menyesuaikan diri dengan tempat barunya di sini. Jadi saya amati satu per satu dari 10 ekor ini, mulai dari fisik, gerakannya dan bagaimana karakter mereka di sini.
Saya lihat ada beberapa ekor yang berenang ke sana kemari, ada yang nangkring di waterpump, bahkan ada yang bersembunyi di lubang obeng waterpump. Mereka yang ada di sini nampaknya sedang beristirahat. Oh ya, perlu kalian tahu, sidat termasuk ikan norkturnal, artinya dia aktif di malam hari, aktif ketika dalam keadaan gelap.
Bagaimana ikan sidat tidur?
Hasil pengamatan saya selama ini ke Olvia Farm, di sana ketika siang, sidat tidur di dasar kolam atau di rumahnya atau dimanapun dia suka, tidur dengan seperti mendiamkan dirinya (idle), nampak seperti sedang mati, namun mereka bernafas dibuktikan dengan gerak ingsang mereka. Ini pun yang saya jumpai di sini, di 10 ekor yang tengah jadi bahan praktek ujian awal saya.
Baiklah segitu dulu deh yang bisa saya bagikan, selanjutnya sebagai laporan awal praktek ujian pelihara sidat konsumsi di aquarium akan saya bahas pada post selanjutnya. -ngp