Jadi saya membaca sebuah artikel bahwa sering ada penolakan dari masyarakat dimana perkebunan sawit berada, dimana tanaman sawit seperti 'dikambing hitamkan' sebagai oknum penguras cadangan air bersih.
Hmm, apakah benar begitu?
Ilustrasi, tanaman kelapa sawit dalam kavling perkebunan. Gambar diambil dari Google
Air merupakan faktor paling utama dalam pendukung kehidupan, semua makluk hidup itu membutuhkan air untuk kehidupan.
Lalu, apakah benar sih tanaman sawit ini menghabiskan persediaan air tanah? Sehingga sumber air bersih untuk masyarakat yang hidup di sekitar perkebunan sawit terdampak kekeringan ketika musim kemarau. Padahal dulu ketika belum ada tanaman sawit di sana, ketika musim kemarau mereka tidak mengalami kesulitan air bersih.
Tentang Kelapa Sawit
Kelapa sawit merupakan tanaman atau tumbuhan dari keluarga palmae dulu, sekarang Arecaceae. Merupakan tumbuhan monokotil yang tidak memiliki akar tunggang. Jika tidak memiliki akar tunggang berarti akarnya serabut.
Radikula (bakal akar) pada tanaman ini terus tumbuh memanjang ke arah bawah selama enam bulan terus-menerus dan panjang akarnya mencapai 15 meter.
Di Indonesia sendiri tanaman ini tersebar di 26 provinsi di Indonesia. Provinsi Riau memiliki areal perkebunan kelapa sawit terluas dengan 2,89 juta hektar berdasarkan data tahun 2021 atau 19,16% dari total luas areal perkebunan kelapa sawit di Nusantara.
Untuk menjawab kelapa sawit ini jadi kambing hitam sebagai perampas air bersih di area perkebunan.
Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, semua makluk hidup ya butuh air, termasuk ya tanaman ini. Istilah konsumtif tanaman atau tumbuhan terhadap air dinilai dari nilai evapotranspirasi.
Nilai evapotranspirasi adalah nilai yang mencerminkan jumlah air yang diserap tanaman untuk diuapkan melalui daun.
Kalau melihat hasil penelitian terhadap nilai evapotranspirasi terhadap beberapa tanaman, bisa diperoleh angka yang bisa untuk dibandingkan.
Nilai evapotranspirasi dari tanaman kelapa sawit ini adalah berkisar antara 1.100 – 1.700 mm/tahun.
Kalau berdasarkan penelitian dari Pusat Penelitian Kelapa Sawit Subunit Kalianta Kabun, Riau selama tiga tahun terhadap tanaman kelapa sawit ditemukan bahwa jumlah rata-rata evapotranspirasi di kebanyakan perkebunan kelapa sawit adalah 1.104,5 mm/tahun.
Lalu, untuk menjawab sekaligus membuktikan tuduhan bahwa kelapa sawit ini rakus akan air kita harus membandingkannya dengan evapotranspirasi pada tanaman lain seperti apa, berapa nilainya.
Misalnya pada tanaman tebu, yang juga sama² ditanam dalam konsep yang sama yakni perkebunan, mempunyai nilai evapotranspirasi sebesar 1.000–1.500 mm/ tahun.
Kemudian lihat lagi pada tanaman pisang, yang ini kalau tumbuh juga bisa banyak di ladang², bahkan juga ada pisang yang dibudidayakan secara perkebunan, itu mempunyai nilai evapotranspirasi sebesar 700–1.700 mm/tahun.
Ada lagi yang masih sesaudara dengan kelapa sawit, yakni tanaman kelapa yang biasa tumbuh di area pesisir dan beberapa wilayah perbukitan yang sesuai dengan habitatnya, mempunyai nilai evapotranspirasi sebesar 1980 mm/tahun.
Kalau melihat dari nilai evapotranspirasi itu, tanaman kelapa sawit justru masih berada di rentang kewajaran jika dibandingkan tanaman lain, misalnya tanaman tebu saja. Lalu kenapa si tanaman kelapa sawit masih dikambing hitamkan sebagai si rakus akan air?
Air dari dalam tanah diambil oleh akar. Seperti yang dijelaskan di atas, akar dari tanaman kelapa sawit merupakan akar serabut, dimana akar serabut ini sangat dangkal, berbeda dengan akar tunggang yang kuat dan panjang.
Akar serabut tanaman kelapa sawit sangat sedikit dalam menyimpan air seperti tanaman lainnya, sehingga sangat rentan mengalami kekeringan. Kondisi ini menyebabkan tanaman kelapa sawit membutuhkan curah hujan yang merata sepanjang tahun agar dapat berproduksi secara maksimum.
Ketika musim penghujan datang, ketika air melimpah dan turun ke tanah, air hujan akan cenderung mengalir begitu saja tanpa bisa terserap maksimal sebagai cadangan air di tanah. Karena kembali ke sifat akar dari tanaman kelapa sawit tadi.
Sifat dan karakter dari tanaman kelapa sawit ini hendaknya dipahami oleh pengelola perkebunan sehingga dalam pengelolaan perkebunan tata kelola air itu harus diperhatikan.
Apabila di suatu perkebunan kelapa sawit terjadi kelangkaan air bersih ketika musim kemarau itu menunjukan bahwa tata kelola air di daerah dimana terdapat perkebunan sawit itu tidaklah baik, bahkan tidak dikelola dengan baik dan pengelola dianggap tidak memahami apa yang mereka budidaya. Karena pada dasarnya tanaman kelapa sawit sangat hemat air, tidak boros seperti yang dituduhkan.
Jadi solusinya untuk mengatasi masalah kekeringan di area perkebunan kelapa sawit tentunya pihak pengelola perkebunan harus memperbaiki tata kelola air dengan baik, sehingga ketika musim penghujan air yang melimpah bisa dikelola dengan baik.
Sekali lagi, tanaman kelapa sawit bukan tanaman yang rakus akan air, jika pun begitu hal ini akan sulit dicari solusinya namun jika hanya soal bagaimana mengelola air dengan baik tentunya itu bisa diusahakan, tinggal mau atau tidak, atau memang pengelola perkebunan sawit hanya sebagai eksploitator saja.
Jadi, stop untuk mengkambing hitamkan tanaman kelapa sawit, jadi tunjuklah hidung pengelola perkebunan jika di daerah mu mengalami kekeringan, karena mereka tidak menjalankan perkebunan dengan cara yang baik dan benar.
Dari sini saya juga jadi paham memahami bagaimana karakter tanaman kelapa sawit, atau tanaman apapun pun karakter dan sifatnya dan kita perlu memahaminya untuk mencari solusi terbaik atas dampak lain yang (-), yang mungkin saja dirasakan.
Baiklah segitu saja, semoga informasi ini bisa membuka mata dan pikiran kita soal akar masalah dari permasalahan yang terjadi. -ngp
#onedayonepost
#umum
#teori